Jumat, 15 Oktober 2010

sangkanparan: "SANG PENCERA[MA]H" (1)

sangkanparan: "SANG PENCERA[MA]H" (1): "Mereka masih saja berkutat dengan caramahnya. Tanpa mau membuat arah dan jalan yang ramah Sedangkan rumput masih terus tergusur walaupun dal..."

Minggu, 10 Oktober 2010

"Sang Pencera(ma)h" (1)

Mereka masih saja berkutat dengan caramahnya.
Tanpa mau membuat arah dan jalan yang ramah
Sedangkan rumput masih terus tergusur walaupun dalam irama yang sama
Tak pelak irama mengalun bak air deras tanpa tegun
Perang jeda dan tanya semakin meruncing dengan seru yang menderu
Seperti gergaji pohon meraung dengan keangkuhan tak kenal jemu

Aku masih tercenung di pojok jaman
Bukan pencerahan yang ditemukan, hanya nisbi dan lazim diceramahkan
Ketika penceramahan dianggap sebagai pencerahan 
Tak ayal jalan tol kebuntuan semakin menyasar tanpa tawar

Kata-kata menjadi senjata,
Bahasa menjadi kekuatan,
Ya, manakala ia beralur pada alur masa yang kenal silam
Dimana ke'disana'an dan ke'disini'an semakin menjulang tanpa selam
Ada jembatan semu yang terlupakan; antara kepercayaan dan kebenaran

Kini semakin terang kegemboran yang kau utarakan
Semakin porno dengan dalil-dalil yang seakan lama tak terpekikkan
Mengulang, mengedit, mengeja, dan melantangkan yang tak pernah dibosankan
Bagi telinga yang terpaksa tahan kepanasan
Menolak tanpa pembantahan, dalam posesifitas kesucian

Kamis, 07 Oktober 2010

"Kisah Isra' Mi'raj Karya Syeikh Najmuddin al Ghaitiy" (Terj. Part. 2)

...(lanjutan)....

Lalu dibukakanlah pintu langit untuk Jibril dan Nabi. Setibanya disana Nabi Muhammad bertemu dengan nabi Yusuf diikuti seorang pengikutnya. Nabi mengucapkan salam dan dibalas oleh nabi Yusuf.
            “Selamat datang wahai saudara muda dan sang nabi penutup”.
            Nabi Yusuf kemudian berdoa untuk kebaikan Nabi Muhammad. Seketika itu nabi Yusuf juga mendapatkan separuh kebaikan.
            Karenanya dalam suatu riwayat disebutkan bahwa sebaik-baik makhluk ciptaan Allah adalah mereka yang mementingkan orang lain dengan kebaikan layaknya sinar malam bulan purnama yang mengalahkan sinar seluruh bintang.
            “Siapakah dia, hai Jibril?”, Tanya Nabi penasaran.
            “Dia saudaramu, Yusuf”, jawab Jibril.
            Setelah itu Nabi naik menuju langit keempat. Jibril minta dibukakaan pintu langit, namun ditanya lagi.
            “Sipakah ini?”.
            “Saya Jibril”, terangnya.
            “Siapakah yang bersamamu?”, ditanya.
            “Dialah Muhammad”, jawab Jibril.
            “Apakah dia diutus oleh Allah?”, ditanya lagi.
            “Iya, benar”, jawab Jibril.
            “Selamat datang wahai Nabi. Semoga Allah memberikan panjang umur kepada para Ahli Bait, saudara, dan  khalifah. Sungguh beruntung mereka dan orang yang didatangi olehnya”, sambut malaikat penjaga.
            Lalu dibukakanlah pintu langit untuk Jibril dan Muhammad. Ketika keduanya telah sampai, tiba-tiba Nabi bertemu dengan Nabi Idris, seorang rasul yang diangkat derajatnya oleh Allah ke tempat yang mulia. Nabi mengucapkan salam lalu dibalas olehnya:
            “Selamat datang wahai saudara muda dan sang penutup para nabi”.
            Nabi Idris berdoa untuj kebaikan beliau.
            Setelah itu, Nabi naik menuju …[HAL.18]… langit kelima. Jibril minta dibukakan pintu langit, namun ditanyai lagi.
            “Siapakah ini?”, Tanya malaikat penjaga gerbang.
            “Saya Jibril”, jawabnya.
            “Siapakah yang bersamamu?”, ditanya.
            “Dialah Muhammad”, jawab Jibril.
            “Apakah dia utusan Allah?”, ditanya lagi.
            “Iya, benar”, tegas Jibril.
            “Selamat datang wahai Nabi. Semoga Allah  menganugrahkan umur panjang kepada para Ahli Bait, saudara, dan para khalifah. Sungguh beruntung mereka dan orang yang didatangi olehnya”, sambut malaikat penjaga.
            Lalu dibukakanlah pintu langit untuk Jibril dan Nabi. Setibanya disana Nabi langsung bertemu dengan Nabi Harun. Separo jenggotnya berwarna putih dan separonya hitam. Panjangnya hampir mencapai pusar. Dia dikerumuni oleh orang-orang Bani Israil. Nabi Harun sedang bercerita tentang kaum pendahulu mereka. Nabi Muhammad menghampiri sambil mengucapkan salam yang dibalas pula oleh Harun.
            “Selamat datang wahai saudara muda dan sang penutup para nabi”.
            Doa Nabi Harun untuk kebaikan Nabi Muhammad.
            Setelah keduanya berlalu, Muhammad bertanya kepada Jibril.
            “Sipakah dia?”, tanya Nabi penasaran.
            “Dialah Harun putra Imran, seseorang yang sangat dicintai umatnya”, jelas Jibril. (#)
            Selanjutnya Jibril dan Nabi naik menuju langit keenam. Seperti sebelumnya,terjadi percakapan antara Jibril dan malaikat penjaga pintu langit.
            “Siapakah ini?”, tanya malaikat penjaga.
            “Aku Jibril”, jawab Jibril.
            “Siapakah yang bersamamu?”, tanyanya.
            “Dialah Muhammad”, jawabnya singkat.
            “Apakah dia utusan Allah?”, tanyanya lagi.
            “Iya, benar”, tegas Jibril.
            Setelah tahu beliau adalah seorang Rasul segera malailat penjaga langit menyambutnya.
            “Selamat dating wahai Nabi. Semoga Allah menganugrahi panjang umur kepada para kerabat, saudara dan para khalifah. Mereka sungguh beruntung karena berjumpa denganmu”, sambutnya.
            Terbukalah pintu langit teruntuk Jibril dan Nabi. Setibanya disana beliau berjumpa dengan para nabi dengan masing-masing pengikutnya. Ada juga nabi yang sendirian. Tiba-tiba dari kejauhan Nabi melihat segumpalan awan hitam yang menghalangi cakrawala langit. Beliau pun memanyakannya pada Jibril.
            “Siapakah mereka?”.
            “Mereka adalah Musa dan para pengikutnya”, terang Jibril. “Sebaiknya Anda sambil mendongakkan kepala”, sarannya kemudian kepada Nabi. Segera beliau tahu bahwa gumpalan awan hitam itu menutupi cakrawala langit dari segala sisi.
            “Mereka semua adalah umatmu, namun hanya 70.000 saja yang masuk surga tanpa hisab”, terang Jibril.
            Ketika Jibril dan Nabi dating langsung bertemu dengan Nabi Musa bin Imran, laki-laki yang berwarna kulit sawo matang, berbulu lebat, dan bertubuh tinggi seperti pria garang. Saking lebatnya, sekalipun ia memakai dua lapis baju bulu-bulunya masih bisa menembusnya. Kembali Nabi Saw segera mengucapkan salam. Nabi Musa pun membalasnya.
            “Selamat datang wahai saudara muda penutup para nabi”, sambutnya sambil berdoa untuk kebaikan beliau.
            “Orang-orang mengira akulah keturunan Adam yang paling mulia di hadapan Allah. Namun kini Muhammad-lah yang lebih mulia”, ujarnya mengakui. Dia pun menangis ketika berpapasan dengan Nabi Muhammad.
            “Apa yang membuatmu menangis, hai Musa?”, tanya Nabi menyelidik.
            “Aku menangis karena seseorang sesudah aku sedang diutus oleh Allah. Umatnya yang akan masuk surge lebih banyak daripada umatku. Bani Israil menganggap diri mereka sebagai keturunan  Adam yang paling mulia di hadapan Allah. Adapun kini Muhammadlah yang menggantikan aku dalam urusan dunia. Cukuplah aku sekarang di akhirat. Apapun yang terjadi pada dirinya aku tidak akan ikut campur karena dia bersama umatnya dan tidak sendirian”, jawabnya sesenggukan.
            Berikutnya Jibril dan Nabi naik menuju …[HAL.19]… langit ketujuh. Seperti sebelumnya, Jibril minta dibukakan pintu langit. namun ditanya malaikat penjaga terlebih dahulu:
            "Siapa ini?"
            "Aku Jibril", jawabnya.
            "Siapakah yang bersamamu?", tanya malaikat penjaga.
            "Dialah Muhammad", terang Jibril.
            "Apakah dia utusan Allah?", tanya malaikat penjaga setengah tercengang.
            "Ya, benar", jawab Jibril tegas.
            Spontan malaikat penjaga pun menyambut beliau.
            "Selamat datang wahai nabi. Semoga Allah berkenan memberikan umur panjang kepada para kerabat, saudara, dan para khalifah. Mereka sungguh beruntung karena berjumpa denganmu”, ujarnya.
            Lalu dibukakanlah pintu langit teruntuk Jibril dan Nabi. Ketika sampai Nabi Saw langsung bertemu dengan Ibrahim -sahabat karib Nabi- sedang duduk di atas kursi emas di pintu surga sambil menyandarkan punggungnya pada Baitul Malmur ditemani seorang pengikutnya. Nabi Saw mengucapkan salam, nabi Ibrahim pun membalas salam.
            "Selamat datang wahai putra yang terakhir dan penutup para nabi", sambut Ibrahim. "Perintahkanlah umatmu untuk memperbanyak ladang di surga. Karena tanamannya itu nantinya baik lahannya juga luas”, tambahnya.
            “Apa ladangnya surga?”, tanya Nabi.
             “Ladangnya adalah lafadz: ‘لاحولا ولا قوة إلا بالله العلي العظيم (artinya: Segala daya upaya dan kekuatan hanyalah milik Allah Dzat Yang Maha Tinggi Lagi Maha Agung)”, terang Ibrahim.
            Dalam suatu riwayat, Ibrahim berkata:
            “Sampaikan salamku kepada umatmu dan beritahu mereka bahwa surga itu tanamannya bagus dan airnya tawar, sedangkan ladangnya adalah; سبحان الله والحمدلله ولا إله إلاالله و الله اكبر (artinya: Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar)”.  
            Para pengikut nabi Ibrahim sedang duduk dengan wajah putih terang bak kertas, ada pula yang berwarna-warni wajahnya. Orang-orang yang beraneka warna wajahnya sontak berdiri lalu menceburkan diri ke sungai dan mandi di dalamnya, namun hanya satu warna saja yang hilang. Mereka pun kembali masuk sungai dan mandi di dalamnya, lagi-lagi hanya satu warna saja yang hilang. Mereka pun masuk sungai lagi untuk ketiga kalinya membersihkan diri. Barulah akhirnya wajah mereka menjadi putih seperti kawan-kawannya. Mereka pun kembali duduk bersama kawan-kawannya seperti semula tanpa canggung.
            Melihat kejadian tersebut, Nabi Muhammad penasaran bertanya kepada Jibril:
            “Hai Jibril, siapakah mereka yang berwajah terang? Siapakah pula merek yang beraneka warna wajahnya? Lalu, sungai apakah yang mereka gunakan untuk membersihkan diri ini?”, tanya Nabi bertubi-tubi.
            “Mereka yang berwajah terang adalah orang-orang yang tidak menodai iman mereka dengan kesesatan. Sedangkan mereka yang berwajah belang adalah orang-orang yang menodai amal baik mereka dengan keburukan. Namun mereka telah bertaubat dan Allah menerima taubat mereka. Adapun sungai-sungai itu yang pertama adalah rahmat Allah, yang kedua adalah nikmat Allah, dan yang ketiga adalah air suci yang dianugerahkan Allah untuk mereka”, jelas Jibril panjang lebar.
            “Disinilah tempatmu dengan para umatmu”, seketika Nabi diberitahu.
            Disanalah kemudian beliau bertemu dengan umatnya sedang memakai dua kain penutup. Yang satu kain putih seperti kertas sedang mereka pakai. Sedangkan yang lain memakai pakaian warna abu-abu. Lalu Nabi masuk ke Baitul Makmur diikuti orang-orang yang memakai kain putih. Adapun orang-orang yang memakai pakaina abu-abu terhalang masuk.
            Orang-orang di dalam Baitul Makmur dalam keadaan senang dan melakukan salat berjamaah bersama orang-orang yang beriman lainnya. Karena itulah tiap hari 70.000 malaikat masuk ke sana dan tidak kembali lagi sampai hari Kiamat. Ibarat sebuah kerikil yang dilemparkan pada Ka’bah lalu jatuh di bawahnya dan tidak mungkin dapat kembali lagi ke atas.
            Dalam suatu riwayat, Nabi disuguhi tiga gelas minuman. Beliau memilih susu dan Jibril membenarkan pilihan tersebut. Sebagaimana dalam riwayat, Jibril berkata: “Inilah kesucianmu dan umatmu”.
            Selanjutnya, Nabi naik menuju Sidratul Muntaha. Disanalah akhir perjalanan Mi’raj Nabi sejak dari bumi. Dimana beliau tinggal dan disana pulalah perjalanan Mi’raj nabi sejak turun dari atas kembali lagi ke bumi.
            [HAL.20] Di dalamnya juga terdapat sungai berair segar, sungai susu yang awet rasanya, sungai arak yang sangat lezat diminum, dan sungai dari madu pilihan yang semuanya bermuara dari akar sebuah pohon. Dimana seorang bisa berteduh di bawahnya. Bahkan mampu bertahan selama 70 tahun karena buahnya seluas lahan pedesaan dan daunnya seperti telinga gajah yang hamper menutupi seluruh umat manusia di bumi.
               Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa daun tersebut mampu meneduhi para makhluk. Pada tiap helai daun dihuni oleh para malaikat. Daun-daun itu mempunyai warna-warni yang aneh. Saat itulah atas kuasa Allah daun itu tidak dinodai lagi dan pudarlah warna-warninya.   
            Dalam suatu riwayat, daun itu berubah menjadi mutiara dan batu permata. Tidak seorang pun yang dapat mensifati keindahannya. Di dalamnya hidup seekor belalang emas. Sedangkan dari pangkal akar pohonnya mengalir dua sungai dalam dan dua sungai luar.           “Hai Jibril, sungai apa ini?”, tanya Nabi kepada malaikat Jibril tiba-tiba.
            “Dua sungai dalam adalah dua sungai yang ada di surga, sedangkan dua sungai luar adalah sungai Nil dan sungai Eufrat”, jawab Jibril.
            Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Nabi melihat Jibril di Sidratul Muntaha. Dia memiliki 600 sayap. Tiap sayap mampu menutupi langit cakrawala. Dia terbang dengan sayap-sayapnya sambil berhiaskan mutiara dan permata Yaqut yang sangat menakjubkan dan hanya Allah yang kuasa melihatnya.
            Selanjutnya Nabi menuju tepi danau Kautsar sampai masuk ke surge. Disana beliau melihat sesosok makhluk yang melihat tidak dengan mata dan mendengar tidak dengan telinga. Bahkan tidak mempunyai perasaan dan hati.
            Nabi melihat sebuah tulisan di pintu surga yang berbunyi: “KEUTAMAAN SODAQOH ITU SEPULUH KALI SEDANGKAN MEMBERIKAN PINJAMAN ITU 18 KEUTAMAAN”.  
            “Hai Jibril, mengapa pinjaman itu lebih utama daripada sedekah?”, tanya Nabi penasaran.
            “Karena seorang peminta itu hanya meminta saja padahal ia sendiri memiliki harta. sedangkan seorang peminjam hanya minta dipinjami ketika butuh saja”, terang Jibril.
            Nabi melanjutkan perjalanan tiba-tiba ia menjumpai sungai dari susu yang murni, sungai arak yang memabukkan siapapun yang meminumnya, dan sungai dari madu pilihan. Di surge juga ada kubah mutiara, serta pohon delima yang buahnya seperti timba-timba bergantungan.
            Dalam suatu riwayat, di surga juga ada buah delima yang memiliki kulit setebal unta yang padat berisi seperti kulit unta berpunuk unta.
            “Hai Rasulullah, sesungguhnya delima itu menjadi milik kita di surga”, tukas Abu Bakar suatu kali setelah mendengar kisah Nabi.
            “Aku sudah makan dan menikmatinya. Aku berharap kamu jugaakan memakannya”, kata Nabi.
            Beliau menjumpai kubah-kubah mutiara berlubang di lembah telaga Kautsar. Sedangkan tanah liatnya terkandung minyak misik yang sangat wangi. Selanjutnya Nabi ditunjukkan pada sebuah neraka. [HAL. 22]… yang di dalamnya terdapat segala murka, celaan, dan siksa dari Allah. Sekalipun jika batu dan besi dimasukkan ke dalamnya mesti luluh lantak dilahap api nerakanya.
            Di dalam neraka Nabi juga melihat orang yang sedang memakan bangkai. Beliau pun bertanya pada Jibril:
            “Siapakah mereka?”, tanya Nabi.
            “Mereka adalah orang-orang yang suka memakan daging manusia”, jelas Jibril.
            Beliau juga menjumpai malaikat Malik sang penjaga neraka. Dia layaknya seorang pria kekar yang terkenal bengis dilihat dari wajahnya. Nabi Saw pun terlebih dahulu menyapanya dengan salam. Setelah kepergian beliau, pintu neraka pun tertutup kembali.
            Selanjutnya Nabi dinaikkan menuju Sidratul Muntaha. Di sana beliau diiiringi bayangan awan mendung yang berwarna-warni. Sampai di situlah malaikat Jibril tidak lagi mengikuti Nabi. [HAL. 23] Tibalah beliau Saw melakukan Mi’raj menuju sumber bunyi derik goresan pena yang ia dengar.
            Nabi melihat seorang laki-laki yang terpenjara dalam cahaya ‘Arsy lalu menanyakannya:
            “ Siapakah dia? Apakah dia malaikat?”, tanya Nabi.
            “Bukan”, jawab suara misterius.
            “Apakah ia nabi?”, tanya beliau.
            “Bukan”, jawab suara itu.
            “Lalu, siapakah dia?”, tanyanya lagi.
            “Dia adalah seorang laki-laki yang selama hidupnya di dunia dulu lisannya basah karena banyak berdzikir kepada Allah Swt dan hatinya selalu ingat pada masjid. Ia juga tidak pernah mencela kedua orang tuanya sama sekali”, dijelaskan kepada Nabi.
            Kemudian Nabi Saw melihat Tuhannya, Allah Swt, seketika beliau bersimpuh bersujud. Pada saat itulah Tuhannya memanggilnya:
            “Hai Muhammad!”.
            “Aku telah penuhi panggilanMu, Ya Rabb”, sahut Nabi.
            “Mintalah sesuatu kepadaKu!”, perintah Allah.
            “Sungguh Engkau telah menjadikan Ibrahim sebagai Kekasih dan memberikan kepdanya sebuah istana yang megah. Engkau telah berfirman kepada Musa dengan sebenar-benarnya. Engkau telah memberikan kepda nabi Dawud sebuah istana yang megah dan karena kuasaMu dia mampu menjinakkan sebatang besi. Engkau telah menciptakan gunung. Engkaulah yang memberikan istana yang megah kepada nabi Sulaiman dan karena kuasaMu-lah dia mampu merajai jin, manusia, dan para setan …[HAL. 24]… juga angin. Engkau telah memberikan kepadanya sebuah istana yang tidak layak diberikan kepada orang lain. Engkau pun telah mengajarkan nabi Isa dengan kitab Taurat dan Injil serta Engkau jadikan ia mampu menyembuhkan orang buta, penyakit kusta, dan menghidupkan orang mati dengan kuasaMu. Engkau melindunginya dan ibunya dari godaan setan yang terlaknat. Hingga setan pun tidak mampu menggoda mereka berdua lagi”, aku Nabi merendah.
            “Aku menjadikanmu sebagai Kekasih”, firman Allah. Seorang periwayat menerangkan bahwa nabi Muhammad disebutkan dalam kitab Taurat sebagai Kekasih Allah.
            “Aku mengutusmu sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan kepada segenap manusia. Aku melapangkan dadamu, menghapuskan dosamu, dan mengangkat nama besarmu. Aku juga menyandingkan namamu bersama namaKu. Aku menjadikan umatmu sebagai umat paling unggul yang memberi petunjuk kepada manusia lain dan tetap berada di tengah. Aku menjadikan umatmu sebagai umat yang pertama dan terakhir. Aku jadikan umatmu tidak mempan dibujuk sebelum mereka mengakui bahwa engkau adalah hamba sekaligus utusanKu. Aku kuatkan hati umatmu dengan menurunkan kitab Injil. Aku menciptakan kamu sebagai pemimpin para nabi dan nabi terakhir yang diutus serta satu-satunya pemberi syafa’at daripada mereka. Aku memberimu tujuh ayat yang diulang-ulang (surah al Fatihah) yang tidak pernah diberikan kepada kepada nabi lain selain kamu. Aku memberimu penghujung surah Al Baqarah dari penyimpanan di bawah ‘Arsy yang tidak pernah diberikan kepada nabi lain selain kamu. Aku juga memberimu telaga Kautsar, delapan busur; yaitu islam, hijrah, jihad, shadaqah, puasa Ramadhan, perintah berbuat baik, dan larangan berbuat jahat. Sungguh pada hari ini Aku menciptakan langit dan bumi. Aku wajibkan kamu dan umatmu melaksanakan salat limapuluh kali sehari maka laksanakanlah bersama umatmu!”, firman Allah.
            Dalam suatu riwayat, Rasulullah Saw diberi wahyu salat lima kali sehari, ayat-ayat terakhir surah Al Baqarah, serta pengampunan dosa bagi orang yang tidak pernah menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lemah.
            Kemudian langit mendung tidak lagi mengikuti Nabi. Jibril pun mengerahkan kekuatannya melesat dengan cepat membawa nabi bertemu dengan Ibrahim namun tidak ada saran. Lalu beliau menemui nabi Musa dan berkata:
            “Wahai sahabatku yang paling baik?”, sapa Nabi.
            “Apa yang terjadi denganmu, hai Muhammad? Apa yang diwajibkan Tuhanmu kepadamu dan umatmu?”, tanya nabi Musa penasaran.
            “Allah mewajibkan aku dan umatku untuk melaksanakan salat lima puluh kali sehari semalam”, jelas Nabi Muhammad.
            “Oh, demi kamu dan umatmu, kembalilah pada Tuhanmu dan mintalah keringanan-Nya. Karena sungguh umatmu tidak akan kuat melaksanakan hal itu. Sebelumnya aku juga telah …[HAL. 25]… memberitahu orang-orang sebelum kamu, tapi Bani Israil tidak perduli. Aku telah membantu mereka dengan cara yang paling mudah daripada ini, namun mereka masih saja tidak kuat melaksanakan dan malah meninggalkannya. Terlebih umatmu lemah baik secara fisik, badan, hati, penglihatan, maupun secara pendengaran”, kata Musa memberi saran.
            Berikutnya Nabi ganti berpaling pada Jibril meminta sarannya.
            “Jika Anda berkenan sebaiknya kembali saja”, saran Jibril.
            Beliau pun bergegas kembali sampai akhirnya menjumpai sebatang pohon. Bersamaan dengan hal itu awan mendung menaungi Nabi yang sedang menunduk bersujud sambil berdoa: “Wahai Tuhanku, berilah kemudahan pada umatku karena sesungguhnya mereka adalah umat yang sangat lemah”, pinta Nabi.
            Allah pun menjawab:
            “Sesungguhnya Aku telah mengurangi perintah solat menjadi salat lima kali dalam sehari”, firman-Nya.
            Kemudian awan mendung berubah terang dan beliau menuju kembali pada nabi Musa dan bercerita:
            “Allah telah meralat perintahnya menjadi lima kali dalam sehari”, kata Muhammad.
            “Itu masih memberatkan. Kembalilah lagi pada Allah. Mintalah keringanan dari-Nya, karena umatmu tidak akan mampu melakukan hal itu”, saran Musa kepada Muhammad.
            Nabi pun lalu bolak-balik antara Musa dan Allah Swt agar dikurangi lagi lima demi lima bilangan rakaat. Sampai-sampai Allah menegur Nabi.
            “Hei, Muhammad!”.
            “Baiklah, Tuhan. Aku penuhi panggilanmu dengan segala keagungan-Mu”, sahut Nabi.
            “Ketahuilah! Lima kali salat tersebut dilakukan tiap sehari semalam. Tiap salat terdiri dari sepuluh rakaat, sehingga menjadi lima rakaat. Perintah-Ku ini tidak akan berubah dan ketentuan-Ku tidak akan dihapus. Siapapun yang ingin berbuat baik namun tidak jadi melakukannya akan tetap dicatat sebagai satu kebaikan. Sebaliknya jika ia jadi melakukannya akan dicatat sebagai sepuluh kebaikan. Termasuk siapa saja yang ingin berbuat jelek dan tidak jadi melakukannya, maka tidak akan dicatat sama sekali. Namun jika ia sampai melakukannya, maka akan dicatat satu keburukan”, firman Allah kemudian.
            Tiba-tiba langit mendung berubah terang. Nabi pun turun kembali menemui Musa dan menceritakan apa yang baru saja dialaminya.
            “Kembalilah pada Allah untuk memohon keringanan dari-Nya lagi. Sungguh umatmu masih tidak akan mampu melakukannya”, saran Musa lagi setelah mendengarkan cerita Muhammad.
            “Aku sudah bolak-balik menghadap kepada Allah hingga aku merasa malu kepada-Nya. Sekarang aku rela dan pasrah saja”, ungkap Nabi.
            “Hai Musa! Ketahuilah bahwa Aku telah meringankan kewajiban hamba-hamba-Ku”, seru Allah tiba-tiba.
            “Sujudlah kamu kepada Allah. Karena hanya Dia-lah yang kuasa menyuruh malaikat pelindung untuk meneguhkan hatimu”, kata Musa kepada Muhammad mendukung.
            Dalam suatu riwayat, dikatakan kepada Muhammad dengan redaksi lain: “Perintahkan umatmu untuk mencari kekuatan”.
            Nabi khawatir dan berkata:
            “Aku mendatangi penghuni langit dengan harapan mereka mau menyambutku dengan gembira namun mereka malah menertawakanku. [HAL. 26] Hanya ada sesosok makhluk yang aku sapa salam dan dia balas menyambutku. Dia juga mendoakanku dan tidak pula menertawakanku”, akunya.
            “Dialah sang malaikat penjaga neraka. Dia tidak pernah tertawa sejak diciptakan. Sehingga maklum kalaupun ada makhluk selainnya yang menertawakanmu”, terang Jibril.
            Ketika Nabi turun ke langit dunia, beliau melihat sesuatu di bawahnya. Ternyata itu adalah kabut, asap, dan suara-suara yang menakutkan. Karena penasaran, dia pun menanyakannya pada Jibril.
            “Apa itu, hai Jibril?”, tanyanya.
            “Mereka adalah para syetan yang sedang terbang melayang-layang di sekitar mata anak keturunan Adam yang tidak mau merenungkan ciptaan yang ada di langit dan bumi. Agar mereka melihat keagungan makhluk Allah”, jawab Jibril.
            Selanjutnya Nabi menunggangi Buraq lalu melesat terbang. Di suatu tempat, beliau melihat unta milik Bani Quraisy. Di sana ada seekor unta membawa dua buah karung goni. Karung berwarna hitam dan karung berwarna putih. Pada saat beliau mendekati unta itu tiba-tiba ia terkejut dan berlari berputar-putar. Beliau berhasil mengekangnya lalu unta itu menjinak.
            Selidik punya selidik, Bani Quraisy telah menelantarkan unta mereka sendiri. Namun orang lain yang menemukannya, dialah nabi Muhammad. Nabi mengucapkan salam kepada mereka.
            “Hai, ini suara Muhammad”, kata beberapa orang diantara mereka.
            Nabi bertemu para sahabat di Mekah ketika menjelang subuh. Pada saat sudah masuk subuh, beliau memutuskan dan menduga orang-orang akan merasa dibohongi olehnya. Nabi kembali tertunduk sedih. Abu Jahal, sang musuh Allah, menghampiri Nabi. Dia duduk mendekat dan bicara dengan nada mengejek.
            “Hei, apa ada masalah?”, tanyanya kepada Nabi.
            “Ya”, jawab Nabi.
            “Apa itu?”, tanya Abu Jahal penasaran.
            “Semalam aku melakukan perjalanan isra”, jawab beliau.
            “Kemanakah?”, selidik Abu Jahal.
            “Ke Baitul Muqaddas”, jawab Nabi.
Hah?! Lalu dalam sekejap kamu sudah ada di tengah-tengah kami, begitu?”, tanyanya lagi tidak percaya.
            “Ya, memang begitu adanya”, jawab Nabi tenang.
            Beliau tidak tahu kalau Abu Jahal tidak mempercayai berita tersebut karena khawatir dibohongi oleh Nabi dengan cerita tersebut sehingga akan mengajak orang-orang untuk mengikutinya.
            “Apakah kamu merencanakan untuk mendakwahi orang-orang dan menceritakan kepada mereka dengan berita yang telah kamu ceritakan kepadaku?”  tanya Abu Jahal cemas.
            “Ya”, jawab Nabi
            “Hai keluarga Ka’ab bin Luaiy! Kemarilah”,seru Abu Jahal. Kerumunan orang-orang pun segera bergegas mendatanginya dan duduk mendekati Nabi dan Abu Jahal .
            “Ceritakanlah kepada kaummu tentang berita yang telah kamu ceritakan kepadaku “, tantangnya kepada Nabi.
            “Semalam aku telah melakukan perjalanan isra’”, ungkap Nabi.
            “Kemana?”, tanya mereka.
            “Ke Baitul Maqdis”, jawab Nabi.
            “Tiba-tiba engkau sampai diantara belakang punggung-punggung kami?”, tanya mereka meyakinkan.
            “Ya”, jawab Nabi.
            Seketika orang-orang ada yang bertepuk tangan, ada yang meletakkan tangannya diatas kepala karena kagum, mereka memahami, dan mengagungkan berita Nabi tersebut.
            Melihat hal demikian, Muth’im bin Adiy berkata membantah:
            “Semua tentangmu yang dulu saja .. [HAL 27]…. itu penuh tipuan apalagi sekarang. Aku bersaksi engkau hanyalah seorang pembual. Kami berangkat ke Baitul Maqdis dengan mengendarai unta yang jalannya lamban dan membutuhkan waktu selama satu bulan. Malah engkau kira bahwa engkau datang kesana hanya membutuhkan waktu satu malam. Demi Latta dan ‘Uzza, aku tidak mempercayaimu”.
            “Hai Muth’im, sungguh buruk perkataanmu kepada putra saudaramu sendiri. Kamu telah menerimanya namun engkau mengingkarinya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah orang yang jujur”, tegas Abu Bakar.
            “Hai Muhammad, gambarkan Baitul Maqdis kepada kami! Bagaimana bangunannya? Bagaimana keadaannya? Seberapa dekat dari gunung? Lalu siapakah orang yang pernah kesana?”, tanya mereka meyakinkan.
            Nabi lekas menggambarkan kepada mereka bangunannya seperti ini, keadaannya seperti ini, jaraknya dari gunung seperti ini. Beliau terus menggambarkannya kepada mereka sampai benar-benar jelas gambaran tersebut.
            Seketika Nabi merasa lelah sekali tidak seperti biasanya. Beliau dituntun ke Masjid. Nabi memandangi sekitar masjid sampai dibaringkan disana dan tidak lagi dirumah ‘Uqail atau ‘Aqqal bin Abi Thalib.
            “Ada berapa jumlah pintu masjid?”, tanya orang-orang pada Nabi tiba-tiba.
            Nabi lekas mengamati dan menghitung satu persatu pintu lalu memberitahukannya kepada mereka.
            “Anda benar. Anda benar. Aku bersaksi bahwa engkaulah sang utusan Allah”, kata Abu Bakar (meyakini).
            “Demi Allah gambaran tadi juga benar”, kata Bani Quraisy. Seraya mereka menanyakan pada Abu Bakar: “Apakah engkau membenarkan bahwa Nabi pergi ke Baitul Maqdis dalam semalam dan kembali sebelum masuk subuh?”.
            “Ya. Aku mempercayai Isra’ Mi’raj yang dialami Nabi bahkan sejauh apapun tempatnya. Aku membenarkan berita langit entah itu sejak terbitnya fajar sampai teriknya matahari maupun sejak terbitnya matahari sampai terbenamnya matahari kembali”, tegas Abu Bakar. Karena itulah Abu Bakar disebut Ash-Shiddiq.
            “Hai Muhammad, beritahukanlah kepada kami tentang unta liar kami?”, tanya mereka.
            “Aku telah menghampiri unta milik suatu kaum disebuah desa sekitar 40 mil dari kota. Mereka kehilangan unta betinanya dan berangkat mencarinya sampai pencarian berakhir tidak seorang pun yang menemukannya”, ungkap Nabi. “Tiba-tiba ada semangkuk air dan aku meminumnya. Setelah itu aku menemukan unta mereka disuatu tempat ini dan ini. Disana juga ada seekor unta berwarna merah sedang membawa sekarung berwarna hitam dan sekarung berwarna putih. Aku mendekati unta itu namun ia malah berputar-putar. Aku pun mengekangnya dan ia semakin menjinak. Selesailah sudah aku tangani tanpa pemiliknya. Di tanah Tan’Im unta belang yang membawa dua karung hitam itu diserahkan. Inilah yang seharusnya kalian syukuri”, tambah beliau.
            “Lalu kapan engkau tiba?”, tanya mereka.
            “Pada hari rabu, karena pada saat itulah unta yang ditunggu-tunggu itu dielu-elukan oleh Bani Quraisy”, jawab Nabi.
            Sebelumnya siang itu bergeser, sedangkan untanya belum juga datang. Nabi SAW pun berdoa … [HAL 28]… seketika Allah mengundurkan waktu siang beberapa saat. Matahari pun menghitung waktu hingga untanya muncul dan mereka menyambutnya.
            “Apakah unta kamu hilang?”, tanya Bani Tan’im.
            “Ya”, jawab Bani Fulan.
            “Bertanyalah kepada unta-unta yang lain!”, kata Nabi.
            “Apakah unta yang merah kalian hilang?”, tanya Bani Tan’im.
            “Ya”, jawab mereka.
            “Apakah kalian mempunyai satu mangkok air?”
            “Demi Allah aku meletakkannya dan kami sama sekali tidak meminumnya dan tidak menumpahkannya ke tanah malah kami melemparkannya dengan sihir”, jawab seorang laki-laki.
            “Muhammad itu benar. Sehingga Allah SWT menurunkannya dan tidak menjadikan kami pengetahuan yang kami ajarkan kepada kamu kecuali hanya menjadi fitnah bagi manusia”, kata Bani Tan’im.
            [Dengan mengucap segala puji bagi Allah dan dengan segala pertolonganNya cerita ini selesai].
            Semoga shalawat Allah tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad serta kepada para keluarga sahabat dengan segala keselamatan yang banyak. Walhamdulillahi Rabbil ‘Alamin..