Minggu, 27 Maret 2011

“Manajemen इन्फोर्मासी" (Perspektif ‘Sana-सिनी')

Malam minggu yang macet. Ratusan kendaraan bermotor terjebak dalam kemacetan panjang sekitar 100 meter di jalan menuju alun-alun utara dari arah pintu timur. Untung saja pengemudinya adalah para remaja dan pemuda yang mungkin hendak mengikuti sebuah konser music akbar Karnaval SCTV yang dihelat oleh salah satu stasiun TV swasta yang sedang diadakan di alun-alun kidul, kabarnya. Sehingga walaupun macet lama hampir satu jam, mereka pasti rela berlama-lama. Apalagi kemacetan ini di tengah perjalanan yang tidak begitu mendesak, kalaupun pengemudi lain ingin mengikuti konser, sedangkan aku dan temanku ingin mengikuti diskusi Martabat-nya Noe Letto bertemakan “Informasi Tentang Informasi” yang kebetulan untuk menuju ke alamat mesti melewati jalan yang sama penuh macet. Namun demikian, aku masih sempat bertanya dalam pikir; “atau kah memang akunya yang salah arah ini ya?” Bisa dilihat dari penampilan necis para pengendara yang masih remaja dan sama-sama macet dan plat AB semua selain motorku yang AE sendiri, sedangkan sebenarnya tadi sebelum menuju ke arah yang macet ini ada jalan lurus ke selatan yang juga bisa dilalui tanpa macet untuk menuju ke lokasi Martabat walaupun jalan yang sangat memutar dan jauh dari biasanya.


Dari sini saja, silahkan disimpulkan paragrap di atas termasuk; berita, kabar, isu, gossip, wacana, informasi, pengetahuan, atau pendapat opini atau pernyataan, mungkin bahkan bualan? Untuk itu kita memerlukan parameter yang jelas untuk tiap asumsi yang saya tawarkan di atas. Karena paragraph tersebut bisa menjadi berita, warta, juga bisa informasi maupun isu bahkan gosip. Riilnya memang telah terjadi kemacetan yang mengunci aku dan temanku di tengah kerumunan kendaraan bermotor di jalan arah ke alun-alun utara Jogja. Karena ini sudah fakta terjadi dan dialami sendiri maka hal ini disebut dengan berita dan bukan gossip atau wacana tentang kemacetan di jalan alun-alun utara di Jogja adalah benar.


Namun kebenarannya disini masih belum sepenuhnya benar karena tidak lengkap; entah itu baru benar 25%, 50%, atau bahkan hanya 1% kebenaran yang terdapat di dalamnya. Sebab saya pun sebagai salah satu yang terlibat di tengah kemacetan tersebut juga belum jelas posisi status saya; apakah saya sebagai korban kemacetan? Pelaku kemacetan? Atau bahkan kemacetan itu sendiri. Karena hampir satu jam kami terkepung dan terkunci dalam kemacetan tersebut dan saya sempat berceletuk sendiri: di tengah kondisi saat ini dimana kah peran Negara atau pemerintah berada saat ini? Dimana kah pak polisi yang saya cintai sekaligus saya benci dan juga saya bayari melalui pajak untuk mengatur lalu lintas ini kok tiba-tiba raib? Oke anggaplah pertanyaan-pertanyaan tersebut sebagai simpul-simpul pertama pengantar permasalahan asal jangan sampai terjebak hanya pada pertanyaan-pertanyaan tersebut tadi.


Untuk memahami peristiwa pada paragraph di atas, bukanlah sesuatu yang instan. Satu kejadian di satu ruang dan waktu mesti memiliki keterkaitan dengan peristiwa lain dalam dimensi yang berbeda. Ia merupakan partikel-partikel kecil yang mencobna menyusun sebuah elemen bidang yang besar. Jika diibaratkan satu insiden dengan insiden lain adalah seperti sederetan titik-titik yang saling berjejer namun belum saling menyambung, sedangkan informasi secara utuh adalah ketika tititk-titik tersebut bisa saling terkait menyambung dan membentuk entah sebuah garis yang kencang bahkan suatu bidang yang utuh permukaannya.


Berangkat dari klarifikasi di atas, entah kebetulan atau tidak, yang jelas pada suatu siang hari –ketika saya berangkat kuliah ke UMY- sebelum kejadian macet pada malam harinya, saya masih sempat melalui jalan yang sama dan saya tahu tepatnya di depan tugu Supersemar atau di kilometer nol Jogja sedang ada persiapan check-sound oleh suatu tim event. Dalam benak saya secara otomatis terbersit kesimpulan yang sebentar “O.. di situ nanti pasti akan ada keramaian semacam konser”. Nah, hal ini sebenarnya merupakan penanda dari tanda adanya aktifitas kegiatan. Kesimpulan dalam bahasa saya tersebut secara tidak sadar merupakan sebuah informasi yang actual walaupun belum factual –mengingat presumsi saya tersebut belum terbukti di malam harinya. Namun sekali lagi –walaupun manusia memang tempatnya salah dan lupa- dalam kenyataannya saya ceroboh alias tidak cermat dengan informasi yang telah saya dapatkan tersebut, khususnya pada aspek respon dan “feed-back” (umpan balik) dari adanya tanda tersebut. Orang Jawa mengatakannya dengan istilah titen dan telaten (teliti dan waspada) sebagai sikap menjunjung tinggi logika dan kesadaran yang tinggi akan diri.


Artinya, dengan adanya informasi awal yang saya tangkap pada siang hari tersebut, seharusnya saya mampu menerjemahkan pada aspek resiko; bahwa ketika tahu aka nada acara di sekitar tugu tersebut, mestinya aka nada pengalihan arus lalu lintas atau semacam blockade jalan dari pihak berwenang dan ini memang terjadi kemudian, nah ketidakcermatan ini lah yang akhirnya dalam bahasa takdir melahirkan teori “apes” atau “kesialan” dalam diri manusia –yang sebenarnya bisa dihindari. Padahal jika kita mau cermat dan cepat tanggap termasuk di sini tidak lupa, mestinya kita akan mencari jalan lain jauh sebelum berangkat dari kost menuju tujuan di daerah Kadipiro, misal dengan melewati jalan arah Krapyak atau jalur utara jalan Solo terus ke arah barat melalui Sarkem.


Dalam bahasa agama, menurut pengalaman saya, sebenarnya setiap manusia dalam setiap millisecond-detiknya pasti mendapatkan petunjuk dari Tuhan, entah itu melalui kejadian kecil semisal sebuah bulu kelopak mata yang tiba-tiba jatuh, kucing yang hampir kita tabrak, melalui media elektronik maupun cetak, bahkan kitab suci sendiri adalah sumber informasi. Hal ini menjadi wajar jika kita ingat kembali konsep; ilham, inayah, karomah, mukjizat, bahkan wahyu yang kesemuanya ini mempunyai parameter, sudut pandang, dan cara pandang yang berbeda-beda namun memiliki kesamaan dalam tujuan tertentu dan khususnya sumber aslinya adalah sama; Tuhan.


Permasalahan muncul ketika masuk pada ranah kemanusiaan yang 100% berbeda dengan sumber aslinya; ketuhanan. Sebab bisa jadi ketika kita menerima salah satu konsep informasi tersebut kita kemudian abai dan lalai bahkan cenderung cuek dan tidak bisa mengkaitkan peristiwa satu dengan yang lainnya. Karena kemampuan mengasah suatu informasi antara manusia satu dengan yang lainnya memang berbeda tergantung pengalaman dan aktifitasnya masing-masing dalam mengasah sisi spiritualnya untuk mendapatkan hikmah tertinggi dari setiap peristiwa. Lagi-lagi saya membahasakannya factor kedekatan dengan Tuhan, dan disini bukan berarti melekat pada status social priyayi maupun abangan, kiai atau preman, seorang Gus atau penggembala wedhus, semua saja dan berpotensi sekali lagi pada aspek penggemblengan jiwanya.


Jadi, ketika saya sampai di tempat tujuan dan nimbrung dengan diskusi, saya malah tergelitik menyisakan sejuta pertanyaan yang memang ciri untuk tidak perlu saya ungkapkan di depan public dan cukup mengkonsumsinya untuk masa pencarian mandiri yang panjang, walaupun seperti kata pepatah: orang bertanya atau mempunyai pertanyaan adalah setengah pengetahuan. Dan untuk itu saya menuliskan ini dan mencoba me-croos-references-kan dengan pengetahuan yang telah saya dapat sebelumnya.


Kesimpulannya, kita perlu memahami secara mendalam keterkaitan antara informasi dan peristiwa yang dijembatani oleh manusia. Aspek ketuhanan dan kemanusiaan yang dijembatani oleh akal. Aspek teks dan konteks yang dijembatani oleh ilmu. Sekedar mengingatkan dalam turats pemikiran islam kita mempunyai konsep dalam mencapai sebuah pengetahuan yaitu dengan cara bayani, ‘irfani, dan burhani, hal ini untuk menganalisa sosial. Bahkan Kiai Sigmun Freud pun mengenalkan dengan konsep; ide, ego, dan super-ego untuk menganalisa diri. Dari sini ingin saya munculkan sebuah informasi dari benak saya pribadi –yang jika benar dari Tuhan adanya dan jika salah dari saya sendiri, karena saya tidam mau menyalahkan setan lagi- bahwa segenap informasi dan pengetahuan di dunia ini kita tidak akan pernah merasa sebagai sesuatu yang purna dan selesai kecuali Tuhan sendiri yang menyelesaikannya dan kita akan tahu hanya di alam eskatologi akhirat saja nanti. So, informations and sciences are just a long process during this life.




Cholid Ma’arif al-Madiuniy


Yogyakarta, 27 Maret 2011, pukul 11.44 WIB,




..menghabiskan weekend pada Minggu yang dirundung gerimis pagi dan sisa tenaga di depan computer instansi..

“Manajemen इन्फोर्मासी" (Perspektif ‘Sana-सिनी')

Malam minggu yang macet. Ratusan kendaraan bermotor terjebak dalam kemacetan panjang sekitar 100 meter di jalan menuju alun-alun utara dari arah pintu timur. Untung saja pengemudinya adalah para remaja dan pemuda yang mungkin hendak mengikuti sebuah konser music akbar Karnaval SCTV yang dihelat oleh salah satu stasiun TV swasta yang sedang diadakan di alun-alun kidul, kabarnya. Sehingga walaupun macet lama hampir satu jam, mereka pasti rela berlama-lama. Apalagi kemacetan ini di tengah perjalanan yang tidak begitu mendesak, kalaupun pengemudi lain ingin mengikuti konser, sedangkan aku dan temanku ingin mengikuti diskusi Martabat-nya Noe Letto bertemakan “Informasi Tentang Informasi” yang kebetulan untuk menuju ke alamat mesti melewati jalan yang sama penuh macet. Namun demikian, aku masih sempat bertanya dalam pikir; “atau kah memang akunya yang salah arah ini ya?” Bisa dilihat dari penampilan necis para pengendara yang masih remaja dan sama-sama macet dan plat AB semua selain motorku yang AE sendiri, sedangkan sebenarnya tadi sebelum menuju ke arah yang macet ini ada jalan lurus ke selatan yang juga bisa dilalui tanpa macet untuk menuju ke lokasi Martabat walaupun jalan yang sangat memutar dan jauh dari biasanya.


Dari sini saja, silahkan disimpulkan paragrap di atas termasuk; berita, kabar, isu, gossip, wacana, informasi, pengetahuan, atau pendapat opini atau pernyataan, mungkin bahkan bualan? Untuk itu kita memerlukan parameter yang jelas untuk tiap asumsi yang saya tawarkan di atas. Karena paragraph tersebut bisa menjadi berita, warta, juga bisa informasi maupun isu bahkan gosip. Riilnya memang telah terjadi kemacetan yang mengunci aku dan temanku di tengah kerumunan kendaraan bermotor di jalan arah ke alun-alun utara Jogja. Karena ini sudah fakta terjadi dan dialami sendiri maka hal ini disebut dengan berita dan bukan gossip atau wacana tentang kemacetan di jalan alun-alun utara di Jogja adalah benar.


Namun kebenarannya disini masih belum sepenuhnya benar karena tidak lengkap; entah itu baru benar 25%, 50%, atau bahkan hanya 1% kebenaran yang terdapat di dalamnya. Sebab saya pun sebagai salah satu yang terlibat di tengah kemacetan tersebut juga belum jelas posisi status saya; apakah saya sebagai korban kemacetan? Pelaku kemacetan? Atau bahkan kemacetan itu sendiri. Karena hampir satu jam kami terkepung dan terkunci dalam kemacetan tersebut dan saya sempat berceletuk sendiri: di tengah kondisi saat ini dimana kah peran Negara atau pemerintah berada saat ini? Dimana kah pak polisi yang saya cintai sekaligus saya benci dan juga saya bayari melalui pajak untuk mengatur lalu lintas ini kok tiba-tiba raib? Oke anggaplah pertanyaan-pertanyaan tersebut sebagai simpul-simpul pertama pengantar permasalahan asal jangan sampai terjebak hanya pada pertanyaan-pertanyaan tersebut tadi.


Untuk memahami peristiwa pada paragraph di atas, bukanlah sesuatu yang instan. Satu kejadian di satu ruang dan waktu mesti memiliki keterkaitan dengan peristiwa lain dalam dimensi yang berbeda. Ia merupakan partikel-partikel kecil yang mencobna menyusun sebuah elemen bidang yang besar. Jika diibaratkan satu insiden dengan insiden lain adalah seperti sederetan titik-titik yang saling berjejer namun belum saling menyambung, sedangkan informasi secara utuh adalah ketika tititk-titik tersebut bisa saling terkait menyambung dan membentuk entah sebuah garis yang kencang bahkan suatu bidang yang utuh permukaannya.


Berangkat dari klarifikasi di atas, entah kebetulan atau tidak, yang jelas pada suatu siang hari –ketika saya berangkat kuliah ke UMY- sebelum kejadian macet pada malam harinya, saya masih sempat melalui jalan yang sama dan saya tahu tepatnya di depan tugu Supersemar atau di kilometer nol Jogja sedang ada persiapan check-sound oleh suatu tim event. Dalam benak saya secara otomatis terbersit kesimpulan yang sebentar “O.. di situ nanti pasti akan ada keramaian semacam konser”. Nah, hal ini sebenarnya merupakan penanda dari tanda adanya aktifitas kegiatan. Kesimpulan dalam bahasa saya tersebut secara tidak sadar merupakan sebuah informasi yang actual walaupun belum factual –mengingat presumsi saya tersebut belum terbukti di malam harinya. Namun sekali lagi –walaupun manusia memang tempatnya salah dan lupa- dalam kenyataannya saya ceroboh alias tidak cermat dengan informasi yang telah saya dapatkan tersebut, khususnya pada aspek respon dan “feed-back” (umpan balik) dari adanya tanda tersebut. Orang Jawa mengatakannya dengan istilah titen dan telaten (teliti dan waspada) sebagai sikap menjunjung tinggi logika dan kesadaran yang tinggi akan diri.


Artinya, dengan adanya informasi awal yang saya tangkap pada siang hari tersebut, seharusnya saya mampu menerjemahkan pada aspek resiko; bahwa ketika tahu aka nada acara di sekitar tugu tersebut, mestinya aka nada pengalihan arus lalu lintas atau semacam blockade jalan dari pihak berwenang dan ini memang terjadi kemudian, nah ketidakcermatan ini lah yang akhirnya dalam bahasa takdir melahirkan teori “apes” atau “kesialan” dalam diri manusia –yang sebenarnya bisa dihindari. Padahal jika kita mau cermat dan cepat tanggap termasuk di sini tidak lupa, mestinya kita akan mencari jalan lain jauh sebelum berangkat dari kost menuju tujuan di daerah Kadipiro, misal dengan melewati jalan arah Krapyak atau jalur utara jalan Solo terus ke arah barat melalui Sarkem.


Dalam bahasa agama, menurut pengalaman saya, sebenarnya setiap manusia dalam setiap millisecond-detiknya pasti mendapatkan petunjuk dari Tuhan, entah itu melalui kejadian kecil semisal sebuah bulu kelopak mata yang tiba-tiba jatuh, kucing yang hampir kita tabrak, melalui media elektronik maupun cetak, bahkan kitab suci sendiri adalah sumber informasi. Hal ini menjadi wajar jika kita ingat kembali konsep; ilham, inayah, karomah, mukjizat, bahkan wahyu yang kesemuanya ini mempunyai parameter, sudut pandang, dan cara pandang yang berbeda-beda namun memiliki kesamaan dalam tujuan tertentu dan khususnya sumber aslinya adalah sama; Tuhan.


Permasalahan muncul ketika masuk pada ranah kemanusiaan yang 100% berbeda dengan sumber aslinya; ketuhanan. Sebab bisa jadi ketika kita menerima salah satu konsep informasi tersebut kita kemudian abai dan lalai bahkan cenderung cuek dan tidak bisa mengkaitkan peristiwa satu dengan yang lainnya. Karena kemampuan mengasah suatu informasi antara manusia satu dengan yang lainnya memang berbeda tergantung pengalaman dan aktifitasnya masing-masing dalam mengasah sisi spiritualnya untuk mendapatkan hikmah tertinggi dari setiap peristiwa. Lagi-lagi saya membahasakannya factor kedekatan dengan Tuhan, dan disini bukan berarti melekat pada status social priyayi maupun abangan, kiai atau preman, seorang Gus atau penggembala wedhus, semua saja dan berpotensi sekali lagi pada aspek penggemblengan jiwanya.


Jadi, ketika saya sampai di tempat tujuan dan nimbrung dengan diskusi, saya malah tergelitik menyisakan sejuta pertanyaan yang memang ciri untuk tidak perlu saya ungkapkan di depan public dan cukup mengkonsumsinya untuk masa pencarian mandiri yang panjang, walaupun seperti kata pepatah: orang bertanya atau mempunyai pertanyaan adalah setengah pengetahuan. Dan untuk itu saya menuliskan ini dan mencoba me-croos-references-kan dengan pengetahuan yang telah saya dapat sebelumnya.


Kesimpulannya, kita perlu memahami secara mendalam keterkaitan antara informasi dan peristiwa yang dijembatani oleh manusia. Aspek ketuhanan dan kemanusiaan yang dijembatani oleh akal. Aspek teks dan konteks yang dijembatani oleh ilmu. Sekedar mengingatkan dalam turats pemikiran islam kita mempunyai konsep dalam mencapai sebuah pengetahuan yaitu dengan cara bayani, ‘irfani, dan burhani, hal ini untuk menganalisa sosial. Bahkan Kiai Sigmun Freud pun mengenalkan dengan konsep; ide, ego, dan super-ego untuk menganalisa diri. Dari sini ingin saya munculkan sebuah informasi dari benak saya pribadi –yang jika benar dari Tuhan adanya dan jika salah dari saya sendiri, karena saya tidam mau menyalahkan setan lagi- bahwa segenap informasi dan pengetahuan di dunia ini kita tidak akan pernah merasa sebagai sesuatu yang purna dan selesai kecuali Tuhan sendiri yang menyelesaikannya dan kita akan tahu hanya di alam eskatologi akhirat saja nanti. So, informations and sciences are just a long process during this life.




Cholid Ma’arif al-Madiuniy


Yogyakarta, 27 Maret 2011, pukul 11.44 WIB,




..menghabiskan weekend pada Minggu yang dirundung gerimis pagi dan sisa tenaga di depan computer instansi..

Jumat, 25 Maret 2011

“Negara Kesatuan atau Kesaruan”

(Sebuah Catatan Bebas)

Pada saat saya sedang asyik mengedit tulisan karya tulis ilmiah tentang sosok KH A Wahid Hasyim –yang akhirnya terlambat deadline, tiba-tiba tanpa sadar saya tersenyum sendiri demi melihat secarik kalimat yang berbunyi “…Setidaknya hal inilah yang melatar belakangi para founding-fathers dalam berdirinya Negera Kesatruan Republik Indonesia hingga saat ini..”. Jika pembaca membaca kalimat tersebut dengan sekilas mesti akan merasa tidak menemukan sesuatu yang janggal. Namun ketika kita fokuskan pada kata per kata maka kita akan menemukan sebuah kata yang ‘wajib’ untuk diedit. Karena sebentar saja melakukan pembiaran pada kesalahan tersebut akan berdampak pada kesalahan penafsiran dan pemahaman yang sangat kontra dengan penulisan yang dimaksudkan.

Ya. Ada satu kata yang menarik perhatian, ketika “kesatuan” di-plesetkan –sengaja atau tidak menjadi “kesatruan”. Hal ini masih belum menjadi masalah, namun saya takut sekaligus miris jika huruf “t” pada kata tersebut dihilangkan dan menjadilah kata “kesaruan”. Karena tiba-tiba saya kembali pada bahasa ibu sebagai pribumi Jawa yang khas dengan istilah tersebut. “Saru”, dan bukan lagi “satu”. Sebab “saru” (yang berbahasa asli Jawa) mempunyai beberapa arti padanan makna dalam bahasa Indonesia dengan kata “cela”, “buruk”, cacat”, “aib”, “kejelekan”, atau “keburukan” dan makna lainnya yang berkonotasi negatif. Lain halnya dengan istilah “satu” yang tidak asing lagi dimiliki oleh bahasa Indonesia sebagai penunjuk bilangan atau jumlah. Karena ketika Anda ditanya apakah arti “satu” maka pastilah Anda akan mempertahankan jawaban bahwa: “satu” adalah “satu”! Ia bukanlah “dua”, “tiga”, “empat” atau lainnya.

Dalam bahasa saya, “satu” adalah ‘”tunggal”. Kata “tunggal” ini –lagi-lagi- kembali ke bahasa Jawa praktis untuk digunakan, setidaknya begitulah untuk mendefinisikannya. Toh dalam jargon ke-Indonesia-an kita selama ini telah terdoktrin bahwa satu-satunya kalimat yang tercentum di pita pada gambar lambang Negara Indonesia kita adalah “Bhinneka Tunggal Ika”. Dan yang dimaksudkan dengan kalimat ini adalah makna “walaupun berbeda namun tetap satu jua”. Sebuah istilah sederhana dalam bahasa Jawa (sanskerta) namun mempunyai arti dan makna yang panjang dan luas dalam pengertiannya bahasa Indonesia. Permasalahan “tunggal” atau “ika” juga sama berarti satu tapi tetap beda makna. Jika “tunggal” adalah satu untuk menunjukkan jumlah sekumpulan yang satu yaitu berbasis sekumpulan, sedangkan “ika” adalah satu untuk menunjukkan bilangan bahwa pada zatnya wujud itu memang satu dan bukan paduan banyak yang menjadi satu “tunggal”.

Lebih jauh lagi pada aspek pemahaman dan saya katakan refleksikan pada pembacaan situasi kemasyarakatan, kebangsaan, dan keagamaan di Negara Indonesia saat ini. Apakah memang sudah begitu “saru”? Memangkah telah sejauh pungguk merindu bulan jika kebenaran di lubuk dalam nurani para pelaku dan penghuni pertiwi ini benar-benar terlindas oleh kesemena-menaan? Tidak salah dan sangat benar ketika kita mau jujur pada harapan dan cita-cita para pendahulu kita. Dimana nilai-nilai Pancasila pun sudah tidak lagi bergaung secara nyata kecuali hanya di upacara-upacara dinas dan kemerdekaan saja. Atau kah yang dimaknai oleh penerus kita sekarang ini cukup puas dengan menggantungkan foto burung Garuda berikut catatan Pancasila dengan pigura indahnya di dinding-dinding ruang tamu?

Banyak berseliweran di media televisi dan elektronik pemberitaan tentang begitu tidak pernah nyamannya seorang pun bisa bernafas di bumi pertiwi ini. Mulai dari rakyat kecil sebatang kara yang divonis puluhan tahun hanya karena sebiji semangka katakan. Berbeda suasana dengan “pahala” –untuk menyebut hukuman yang kelewatan enak- bagi para koruptor. Bahkan penjara pun bisa disulap menjadi surga narkoba para geng mafia obat terlarang. Ditepuk riuh dengan kasus Gayus yang selesai dengan tetap melenggang-kangkung keluar masuk penjara dengan mudahnya berekreasi keliling dunia. Pun berkutat pada ikan teri dan bukan ikan paus yang masih menjaga rahasisa Badan Intelejen Nasional dan Presidennya. Siapa lagi yang tahu dan paham kondisi semacam ini kalau bukan Presiden kecuali memang ia buta dan menuli diri hati nuraninya demi kepentingan sesaat dan tidak pernah tuntas.

Negara ini memang bener-bener “saru”! Dimana kekerasan atas nama agama dipolitisir tak habis-habis. Dan Barat pun menutup mata dengan tetap menjuluki bangsa ini sebagai Demokratis Award karena sebenarnya sama-sama maklum bahwa insiden kekerasan di seluruh pelosok negeri ini adalah pelaku dan motif yang sama; politisasi isu dan tidak lebih pengalihan isu. Dimana pembiaran yang sesungguhnya dengan pornonya telah lama terjadi. Itulah perampokan besar-besaran telah dan sedang terjadi dari bumi Nusantara yang kaya akan emas dan tambang minyak dan bumi lainnya. Kemana larinya berita ini? Sungguh saru dan aku hanya bisa sesenggukan sementara ini pada arwah nenek moyang dan bukan pada Tuhan karena saya tahu Dia punya cara tersendiri kelak untuk menyikapi ini di dunia lain. Sebab sama saja menghukum pesaru-pesaru tersebut tidak lebih menjadi sumber pengayaan mereka untuk selalu mencari celah kepentingan golongan dan primordial. Bencana pun disikapi penggelaran baliho dan spanduk kampanye partai besar-besaran.

Kesatuan kini telah menjadi kesaruan yang nyata. Kedekatan pada penguasa menjadi penentu akan mati hidup seseorang di Negara antah berantah ini. Ketika para pendahulu bersatu membangun bangsa berangkat dari beda suku dan agama. Kini dicerai-beraikan dengan tali yang tidak lagi kencang mengikat lidi-lidi persatuan yang mulai rapuh dan patah.

Di situlah letak fundamentalis tentang pentingnya bahasa. Hal ini mesti diperjelas sebelum mencoba untuk memahami makna terdalam selanjutnya. Karena tingkatan “arti” itu lebih utama sebelum “makna”. Mau tidak mau perspektif bahasa mutlak dikedepankan jika ingin menafsirkan makna dari arti suatu kata selanjutnya. Termasuk yang ingin saya sampaikan adalah bahwa peran penerjemahan itu lebih utama –untuk tidak mengatakan lebih penting- sebelum peran penafsiran. Karena walaupun hampir mempunyai kemiripan dalam bahasa –setidaknya menurut kacamata awam, selain memang antara penerjemahan dan penafsiran memiliki metodologi yang berbeda namun tetap aspek penerjemahan arti dan makna tidak bisa diabaikan dalam merespon suatu problema bahasa maupun peristiwa nyata. Untuk selanjutnya saya berpesan kepada kawan-kawan; “jangan salah menuliskan kata “kesatuan” dalam pengertian NKRI dengan “kesaruan”! Lebih-lebih kesalahan dalam implementasi tindak laku nyata, bisa berakibat fatal dan tidak bisa diedit lagi.


Cholid Ma’arif
Yogyakarta, 25 Maret 2011, pukul 21.44 WIB.. dalam keletihan akhir pekan…

Jumat, 18 Maret 2011

ترجمة الكتاب دردير معراج لنجم الدين الغيطى و مشكلاتها


PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Diseminarkan Dalam Sidang Proposal
Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga
















Disusun oleh:
Cholid Ma’arif
NIM. 06110006


Dosen Pembimbing:
Drs. Khoiron Nahdhiyyin, M.A




JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2010




A. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka penggiatan khazanah islam klasik maupun modern, jembatan perbedaan budaya dan bahasa masih menjadi momok tersendiri yang harus diselesaikan antar bahasa dari bangsa yang tidak sama satu sama lain. Salah satu cara yang menjadi trend sampai kekinian adalah tradisi penerjemahan dari referensi utama yang notabene bukan berasal dari bahasa pembaca menuju pada pencapaian pemahaman bahasa pengguna referensi tersebut. Kendala seperti ini sebagaimana telah diungkapkan oleh Hans Wehr (1960: vii) bahwa “…as actual usage demonstrates, the purits have been unable to cope with the sheer bulk of new linguistic material which has had to be incorporated into the language to make it current with advances in world knowledge.

Satu catatan disini adalah penerjemahan dari gaya bahasa penulisan arab klasik kepada bahasa pembaca yang modern. Sebelumnya perlu diketahui bahwa penerjemahan berarti mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa dalam bahasa lain dengan memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan itu. Secara terminologi, menurut Larson (1987: 3) menyebutkan bahwa terjemahan terdiri atas pentransferan makna bahasa pertama ke dalam betuk bahasa kedua dengan memperhatikan struktur semantiknya. Pendefinisian ini dilengkapi oleh Bell (1991: 6) yang menyatakan bahwa penerjemahan merupakan penggantian sebuah representasi teks yang sama ke dalam bahasa kedua khususnya yang berkaitan dengan kesamaan semantik, konteks, tata bahasa, leksis, dan sebagainya dan pada tataran yang berbeda (kata –untuk- kata, frasa –untuk- frasa, kalimat- untuk –kalimat).

Berkenaan dengan perbedaan cara pandang para pakar dalam mendefiniskan terjemahan, secara prinsip dasar mereka sepakat pada pertimbangan makna sebagai pertimbangan yang paling penting (Astika , 1993: 66 dalam Nababan, 2007: 203 vol. 10) Sehingga nantinya terjadilah sebuah kesepakatan bahasa dan pemahaman makna baik yang tersurat maupun yang tersirat dari bahasa ‘ke-disana-an’ sebagai sumber dan bahasa ‘ke-disini’an’ sebagai bahasa sasaran secara total melalui segala kompetensi yang ada. Di sisi lain, kompetensi penerjemahan terdiri atas dua kemampuan pokok, yakni (1) kemampuan menurunkan serangkaian teks target yang memungkinkan bagi teks sumber yang ada dan (2) kemampuan memilih dari serangkaian teks tersebut, secara cepat dan dengan kepercayaan diri yang benar ‘etis’ versi tertentu yang sangat tepat bagi pembaca.

Salah satu kendala dalam penerjemahan adalah belum tercapainya kompetensi yang disebutkan di atas, terlebih kompetensi dalam menerjemahkanh teks-teks keagamaan klasik sebagai rujukan yang sampai saat ini berkembang di Indonesia. Lemahnya kualitas terjemahan ke dalam bahasa Indonesia didasarkan pada pernyataan S. Belen (1983 merujuk pada Alisyahbana 1984) bahwa kualitas penerjemahan buku-buku ke dalam bahasa Indonesia masih jauh dari standar.

Khusus menyinggung terjemahan naskah keagamaan, Rohwani (2009: 18) memberikan pernyataan tersendiri bahwa terjemahan yang menyangkut teks-teks keagamaan khususnya kitab suci, paling tidak harus memiliki dua kriteria, yang justru saling bertentangan, karena kriteria yang satu melihat ke belakang (sejarah latar belakang), dan yang satu lagi melihat ke depan (masa depan pemeluknya). Pertama, terjemahannya harus sesuai akurat, tepat mewakili makna yang ada pada sumber aslinya. Yang kedua, terjemahannya harus dapat diterima oleh pengguna bahasa tersebut –yang dalam praktiknya- dapat dimengerti-, secara estetika menyenangkan, dan mampu menghubungkan dengan kecenderungan masa kini, khususnya dalam kecenderungan pemikiran keagamaan, tekanan-tekanan sosial, dan perubahan bahasa.
Kitab Dardiir Mi’raj merupakan karya karya al ‘allamah Najmuddin al Ghaitiy pada abad ke-14. Teks yang tergolong literatur klasik ini sarat dengan nuansa imajinatif-kontemplatif yang bercerita tentang peristiwa sakral Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw. Sebuah dramatologi dan kronologi yang penuh holistik memuat ajaran-ajaran moral spiritual dan sosial melalui pemikiran yang realistik. Isra’ dan Mi’raj sendiri berarti suatu perjalanan malam (isra’) Nabi Muhammad Saw dari Masjidil Haram (Mekah) ke Masjidil Aqsha (Palestina), dan kenaikan beliau (Mi’raj) ke ufuk terjauh langit semesta (Sidratul Muntaha) yang penuh makna dan berlangsung pada tahun kedua kenabian.

Dalam kitab tersebut dapat diperoleh ringkasan beberapa informasi tentang alam yang dilalui oleh Nabi Muhammad Saw, yaitu: bumi sebagai alam Jin (alam antara bumi dan langit pertama), alam barzakh, alam akhirat (surga dan neraka), ditambah dengan Sidratul Muntaha, serta alam Qalam dan Lauh Mahfudz atau alam munculnya wahyu dan ilmu pengetahuan Tuhan secara aktual, Arasy dan Ahahabah, juga alam Jabarut. Dalam perjalanan tersebut Nabi Muhammad Saw dikejar oleh Ifrit yang membawa obor api. Kemudian memasuki alam barzakh dimana Nabi Saw melihat berbagai peristiwa yang ganjil khususnya berkaitan dengan siksaan terhadap manusia karena berbagai sebab yang berhubungan dengan amaliahnya selama hidup di dunia. Kemudian ia pun mengalami godaan dari berbagai golongan umat manusia yang disimbolkan dengan golongan umat Yahudi, Nasrani, kemewahan dunia, Iblis, dan tentang usia alam semesta yang disimbolkan dengan nenek-nenek tua renta yang genit. Di sana beliau juga dikisahkan bertemu dengan nabi-nabi sebelumnya, yaitu Nabi Adam As, Nabi Isa, Nabi Harun As, Nabi Musa As, Nabi Ibrahim As, setelah itu di Baitul Makmur, meninjau Al Kautsar, dan sampai di Sidratul Muntaha.

Salah satu contoh problematika objek terjemahan di sini dapat ditemukan pada sepenggalan frasa lafadz yang menyebutkan tentang perbedaan antar kata الحمار" " dan "بغال " sebagai upaya pendefinisian istilah "البراق". Lebih lengkapnya definisi tersebut berbunyi: "ثم أتى بالبراق مسرجا ملجما وهو دابة أبيض طويل فوق الحمار و دون البفال" . Definisi dari BSu (bahasa sumber) tersebut berarti "..kemudian Jibril datang dengan membawa Buraq yang berpelana dan bertali kekang. Buraq adalah seekor binatang kendaraan yang berwarna putih, tingginya melebihi 'khimar', dan tidak sependek 'bighal'.

Pemahaman melalui penerjemahan di atas akan nampak belum jelas walau berusaha sesetia mungkin menggambarkan sosio-konteks dimana dimensi kejadian itu terjadi, yaitu dengan tetap mempertahankan penggunaan istilah 'bagal', namun menerjemahkan pasangan katanya – himar- dengan “keledai”. Karena jika dijelaskan langsung dalam narasi teks terjemahan secara otomatis akan menghasilkan penggunaan bahasa yang tidak efektif ke dalam bahasa Indonesia sebagai BSa (bahasa sumber). Sehingga salah satu istilah tersebut mutlak dicarikan padanan kata keduanya ke dalam bahasa Indonesia dengan menilik pada beberapa referensi bahasa asli yang mendekati pada makna sesuai dimensinya.

Pencapaian pada pemahaman makna “الحمار” kemudian dapat peneliti peroleh dari literatur kamus Al Munjid mempunyai arti: "hewan yang dikenal jinak juga ada yang liar". Berbeda halnya dari literatur kamus Al Munawwir yang menyebutkan makna kata tersebut hanya berarti 'keledai'. Sedangkan kata "البفال" nampak lebih asing lagi dalam kosakata bahasa Indonesia yang hampir tidak bisa ditemukan. Namun kesulitan pemahaman ini akan terpecahkan ketika merujuk pada kamus Al Munawwir bahwa makna kata tersebut digambarkan dengan penjelasan 'peranakan kuda dengan keledai' tanpa ada satu istilah khusus di dalamnya. Terlebih dalam kamus bahasa asal seperti Al Munjid hanya mendeskripsikannya dengan 'sekawanan hamir dalam perjalanan' juga belum cukup menjelaskan.

Berkaitan dengan permasalahan penerjemahan kasus padanan makna di atas peneliti menempuh dua penyelesaian; dengan tetap mencamtumkan padanan kata BSu jika memang terdapat pada BSa, dan atau dengan menjelaskan pada redaksi tersendiri pada bagian footnote jika tidak ditemukan padanan katanya dan membutuhkan penjelasan yang cukup pada bagian redaksi lain. Sehingga terjemahan bahasa Indonesia yang sesuai dengan konsepsi tersebut adalah: “…Buraq adalah kendaraan yang berwarna putih, tingginya melebihi keledai, namun tidak setinggi ‘baghal”. Dengan penambahan catatan footnote bahwa ‘baghal’ adalah hewan hasil peranakan kuda dengan keledai’.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup persoalan yang akan diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah. Berkenaan dengan latar belakang di atas dan sesuai dengan judul yang diangkat, maka dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah-masalah yang hendak dibahas menjadi sebagai berikut:

1. Bentuk kalimat atau kata maupun frasa mana sajakah yang mengandung padanan makna dalam kitab Dardiir Mi’raj karya Najmuddin Al Ghaitiy?

2. Bagaimana cara menerapkan teknik ekuivalensi dalam penerjemahan kitab Dardiir Mi’raj karya Najmuddin Al Ghaitiy?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan sebuah kajian atau penulisan adalah rumusan singkat dalam menjawab masalah penulisan sebagaimana yang di jelaskan oleh Kaelan, (2005:234). Sehingga, sesuai dengan batasan masalah di atas, penelitian ini mempunyai beberapa tujuan dan manfaat. Di antara tujuan-tujuan itu adalah:

1. Mengetahui problem penerjemahan padanan makna yang terdapat dalam kitab Dardiir Mi’raj karya Najmuddin Al Ghaitiy.

2. Memberikan solusi penerjemahan ekuivalensi dari frasa-frasa kalimat yang belum terurai secara lebih kompleks dan detil ke dalam bahasa Indonesia yang lebih komunikatif.

Sedangkan manfaat-manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan eksplanasi tentang padanan makna kata, frasa, maupun kalimat secara tepat .

2. Membantu mengatasi problematika penerjemahan naskah keagamaan klasik.

3. Memperkaya khazanah keislaman sebagai literatur penting dan mudah dipahami.

D. Landasan Teori

Penerjemahan, merujuk pada pendapat Chakraborty (1976:5) menyatakan bahwa: translation is an important activity with high cultural significance…… Thus translators are among the oldest profession. They first liquidated the void of the linguistic space …… translators are, then, the annihilators of the void created by linguistic time. Karena sangat penting peran dan fungsinya, sampai-sampai seorang penerjemah dituntut untuk menguasai kesesuaian antara dua kebudayaan tinggi dari BS dan BP yang ia kaitkan. Mengingat aktifitas penerjemahan menjadi sebuah profesi yang paling lama ada sejak dahulu, bahkan boleh dikatakan tiap kali manusia menjalani akifitas terjemah pada dasarnya bermula dari relasi dengan objek di luat dirinya.
Penerjemahan sebagaimana dikatakan oleh Simson (1984:30) mengungkapkan bahwa: “the advantages of translation study are as a means of communication, as the aid to eliminate misunderstanding due to cultural differences and to prevent war among nations”. Tanggung jawab penerjemahan ini sudah barang tentu sama urgennya dengan hubungan sebuah jalinan komunikasi, yaitu berusaha menghindari seminimal mungkin kesalahpahaman yang mungkin saja terjadi antara dua budaya yang berbeda khususnya antar bangsa-bangsa.

Lebih lanjut, untuk mendalami bidang ini Jakobson (1959/2000: 114), -dengan pendekatan sifat makna linguistik dan padanan kata- mengelompokkan terjemahan ke dalam tiga kelompok:

- terjemahan intralingual, atau penyusunan kata-kata kembali (rewording); suatu interpretasi tanda-tanda verbal dengan menggunakan tanda-tanda lain dalam bahasa yang sama .

- terjemahan interlingual, atau terjemahan yang sebenarnya: suatu interpretasi tanda-tanda verbal dengan menggunakan bahasa lainnya.

- Terjemahan intersemiotik, atau transmisi: suatu interpretasi tanda-tanda verbal dengan menggunakan sistem tanda non-verbal.

Dari, ketiga hasil pengelompokkan tersebut dalam perjalanannya terjemahan interlingual merupakan terjemahan tradisional yang menjadi fokus kajian-kajian terjemahan (translation studies) dan memiliki tujuan utama sebagai berikut:

- Untuk mendeskripsikan fenomena penerjemahan dan terjemahan sebagaimana keduanya nyata di dunia pengalaman kita.

- Untuk menetapkan prinsip-prinsip umum dengan menggunakan fenomena-fenomena yang dapat dijelaskan dan dapat diprediksikan.

Dari sini dapat peneliti garis bawahi bahwa dalam proses penerjemahan seorang penerjemah berusaha sebisa mungkin mengacu pada fenomena penerjemahan dan terjemahan serta prinsip-prinsip umum dengan fenomena yang dapat dijelaskan dan diprediksikan tersebut. Artinya, ia dituntut untuk menjembatani tidak hanya makna teks BS saja, namun juga mampu mempersempit nuansa ruang dan waktu antara BS dan BP dan bahkan prediksi yang mungkin mengarah pada ketepatan maksud yang tersirat.

Dalam hal ini, Holmes (dalam Sorvali, 1996: 21) membagi studi penerjemahan menjadi dua jenis, yaitu studi penerjemahan deskriptif dan studi teori penerjemahan. Studi penerjemahan deskriptif selanjutnya dibagi menjadi studi penerjemahan yang berorientasi pada (1) produk, (2) fungsi, dan (3) proses. Bahkan, paradigma baru penelitian penerjemahan memandang proses penerjemahan sebagai objek utama kajian penelitian penerjemahan (Hatim dan Mason, 1990).

Penelitian yang berorientasi pada proses berusaha mengungkap proses kognitif atau “kotak hitam” (black box) penerjemah. Karena proses kognitif itu tidak bisa diamati secara langsung, para peneliti di bidang ini memanfaatkan teknik TAP (Think-Aloud Protocol) dan wawancara untuk menggali data tentang proses pengambilan keputusan sebagai objek utama kajian mereka.

Teknik TAP ini menghendaki penerjemah memverbalisasi segala sesuatu yang dipikirkannya pada saat dia menerjemahkan (lihat House & Blum-Kulka, 1986; Gerloff, 1988 & 1986; Krings, 1986; Kiraly, 1997, 1995 & 1990; Ritta, 1989). Informasi inilah kemudian dianalisis dan dipandang sebagai indikator proses penerjemahan.
Dalam konteks penerjemahan kitab Dardiir Mi’raj karya al hafidz Najmuddin al Ghaitiy, peneliti banyak menemukan "kotak hitam" yang masih perlu diterjemahkan bahkan kadang dijelaskan secara lebih detil pada bagian tertentu. Problem "kotak hitam" itu adalah padanan makna yang mesti dikembangkan secara lebih serius mengingat beberapa istilah kata, kalimat, maupun frasa ditemukan terjebak dalam sosio-budaya BSu dan cenderung tidak minim dalam daftar kosakata bahasa Indoneisia sebagai BSa dimana ia dibaca dan diterjemahkan.

Berdasarkan teori tersebut, peneliti akan mencoba menerapkannya dalam mencari acara menerjemahkan dan member solusi penerjemahan dalam terjemahan kitab Dardiir Mi’raj karya al hafidz Najmuddin al Ghaitiy.

E. Metodologi Penerjemahan

Model penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dalam sebuah ruangan kepustakaan dengan mengumpulkan sumber-sumber data, menelaah, dan mengkaji berbagai literature atau bahan-bahan kepustakaan yang relevan dengan judul penelitian. Sehingga peneliti memperoleh data dan informasi dari berbagai media baik buku maupun melalui media teknologi yang ada. Adapun sumber data tersebut ada dua yakni berupa data primer dan data sekunder.

a. Data Primer adalah sumber data yang dijadikan objek penelitian secara langsung. Yakni berupa kitab Dardiir Mi’raj karya al hafidz Najmuddin al Ghaitiy.

b. Data Sekunder adalah sumber data yang berfungsi untuk mendukung dan menunjang proses penelitian. Yaitu berupa kamus dan literatus lain yang juga mutlak digunakan. Seperti kamus Al Munawwir; Arab – Indonesia, kamus Hans Wehr; Arab – Inggris, kamus al Munjid; Arab –Arab, dan buku-buku teori terjemahan seperti buku “Teori dan Praktek Penerjemahan Arab Indonesia” karya Syihabuddin.

Adapun untuk mendapat solusi yang tepat, peneliti menggunakan metode penerjemahan komunikatif sebagaimana yang telah dijelaskan pada landasan teori dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data, yaitu peneliti mengumpulkan frasa-frasa kalimat yang mengandung ekspresi dalam kitab tersebut.

2. Analisis data, yaitu peneliti menganalisis frasa-frasa kalimat yang mengandung ekspresi dalam kitab tersebut.

3. Solusi penetuan terjemahan dengan menggunakan teknik TAP, sebagaimana dijelaskan di atas yaitu dengan merujuk pada beberapa literature klasik maupun kontemporer lainnya, juga korespondensi wawancara pakar bahasa Indonesia.

F. Kajian Pustaka

Berdasarkan tahapan observasi, peneliti tidak menemukan hasil terjemahan kitab Dardiir Mi’raj karya al hafidz Najmuddin al Ghaitiy. Baik pencarian melalui browsing internet, kepustakaan, took buku bahkan para pegiat terjemah. Termasuk disini adalah belum adanya skripsi yang mengkaji tentang problematika padanan makna dalam istilah kitab klasik sebagaimana terdapat dalam kitab Dardiir Mi’raj karya al hafidz Najmuddin al Ghaitiy. Dengan demikian, peneliti menilai penelitian ini layak dilakukan.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk menunjukkan arah dan konsistensi penelitian serta mempertegas korelasi antar bab dalam penelitian ini agar sesuai dengan objek yang dikaji, sistematika yang alan digunakan adalah sebagai berikut:

Bab Pertama adalah Pendahuluan; terdiri dari: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian, kajian pustaka, sistematika pembahasan, dan kerangka teori.

Bab Kedua adalah Profil; tentang Kitab Dardiir Mi’raj karya al hafidz Najmuddin al Ghaitiy berikut hasil terjemahannya meliputi: identitas, ringkasan buku, biografi penulis, dan hasil terjemahan.

Bab Ketiga adalah Analisis; mencakup inventarisasi padanan makna terjemahan yang terjadi dengan ekspresinya yang ada dalam kitab Dardiir Mi’raj karya al hafidz Najmuddin al Ghaitiy sekaligus cara penerjemahan dan solusi penerjemahannya.

Bab Keempat adalah Penutup; berisi kesimpulan dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

Pada bagian akhir disertakan lampiran teks asli dari kitab Dardiir Mi’raj karya al hafidz Najmuddin al Ghaitiy.

H. Kerangka Skripsi

HALAMAN JUDUL
MOTO DAN PERSEMBAHAN
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAKSI
DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
d. Landasan Teori
e. Metodologi Penelitian
f. Kajian Pustaka
g. Sisrematika Pembahasan
h. Kerangka Skripsi

BAB II: PROFIL KITAB DARDIIR MI’RAJ KARYA NAJMUDDIN AL GHAITIY DAN TERJEMAHANNYA
a. Identitas Buku
b. Ringkasan Buku
c. Biografi Penulis
d. Hasil Terjemahan

BAB III: ANALISIS KITAB DARDIIR MI’RAJ KARYA NAJMUDDIN AL GHAITIY DAN PROBLEMATIKA PENERJEMAHANNYA
a. Inventarisasi Frasa Kalimat yang Mengandung Ekspresi Penerjemahan
b. Proses Penerjemahan Unifikasi Penerjemahan Konten dan Catatan

BAB IV: PENUTUP
a. Kesimpulan
b. Saran dan Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
CURRICULUM VITAE


I. Daftar Pustaka

Ahmad Watson Munawwir, Kamus Al Munawwir karya, (Surabaya: Pustaka Progresif), tahun 1997

Drs. Abdurrahman Suparno, MApp So, Ph.D & Mohammad Azhar, Mafaza; Pintar Menerjemahkan Bahasa Arab – Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Absolut), tahun 2005.

Hans Wehr, An Introduction in A Dictionary of Modern Written Arabic, (cetakan ke-3), (Beirut: Librarie Du Liban), 1980

Halimatussa’diah, An Investigation Into The Translation of Computer-Related Terminology in A Computer Magazine: With Special Reference to Chip Computer and Communication Magazine, (Thesis for The Degree Of Master of Arts In USM University Sains Malaysia), June 2008

M.R. Nababan. Aspek Genetik, Objektif, dan Afektif Dalam Penelitian Penerjemahan (Dalam Jurnal LINGUISTIKA., Vol. 14 No. 26 Universitas Sebelas Maret Surakarta), Maret 2007

Pius A. Partanto & M. Dahlan al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola), tahun 1994

Rohwani Siregar, Analisis Penerjemahan Dan Pemaknaan Istilah Teknis; Studi Kasus Pada Penerjemahan Dokumen Kontrak”, (sebuah Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara), 2009,

Syihabuddin, Teori Dan Praktek Penerjemahan Arab – Indonesia, (Jakarta: P4T Dirjen PT Depdiknas), tahun 2002.

MENELUSURI JEJAK I’JAZ AL-BALAGHIY (Antara Dua Sejoli Amin al-Khulli dan Bint al-Shati’)

Oleh: Cholid Ma’arif


A. Pendahuluan

Syeikh Abdullah Darraz pernah mengatakan bahwa “Alqur’an itu bagaikan intan berlian, dipandang dari sudut manapun tetap memancarkan cahaya. Kalau saja Anda berikan kesempatan pada rekan Anda untuk melihat kandungan ayat Alqur’an boleh jadi ia akan melihat lebih banyak dari yang Anda lihat. Dalam ranah akademis, Alqur’an berkembang dalam proses pembacaannya terhadap realitas kekinian. Ia tidak hanya cukup dibaca dengan kacamata nasikh mansukh saja, namun juga banyak komponen lainnya yang harus digunakan, seperti: munasabah ayat, mutsyabihat, I’jaz alqur’an, asbabun nuzul, qawa’id l-tafsir, dan banyak lagi lainnya yang kesemuanya itu terangkum dalam pembahasan ‘ulumul qur’an.

Implikasi dari adanya komponen tersebut menimbulkan sebuah pernyataan sebagaimana menurut Fazlur Rahman bahwa Alqur’an tidak hanya sebatas menjadi “undang-undang” bagi hokum Islam, namun ia lebih dari “semangat religious” dari hukum Islam. Alqur’an dengan seperangkat ilmunya tidak cukup berhenti dalam ranah buku sumber semata yang kemudian bersifat mutlak tanpa penafsiran yang dapat dipertanggungjawabkan sekalipun. Namun, kekayaan khazanah Alqur’an ini kadang menjadi bias kepentingan jika tidak disertakan dengan metodologi dan cara pandang yang otentik akan muatannnya. Alih-alih bisa saja mungkin menjadi “kendaraan akan kepentingan suatu golongan atau individu” sebagaimana lingkup ruang dan waktu Alqur’an itu dibaca.

Berangkat dari kegelisahan inilah kemudian muncul dua tokoh besar tafsir kontemporer yang bermaksud mengawali dalam pengungkapan I’jaz Alqur’an secara objektif dan nyata. Mereka adalah Amin al-Khulli dan Bint al-Shati’, yang melandaskan pada kajian sastrawi dan lughawi Alqur’an dan relevansinya dengan problematika kekinian. Dalam hal ini Amin al-Khulli pernah mengatakan bahwa pembaharuan selalu diawali dengan ikhtiar merekonstruksi pemahaman masa lalu. Bagaimanakah ketokohan dan metode praktis I’jaz yang digunakan akan sedikit dijelaskan sebagai berikut.

B. Selayang Pandang Amin al-Khulli dan Bint al-Shati’

Nama lengkap Amin al-Khulli adalah Amin ibn Ibrahim Abdul Baqi’ Amir ibn Ismail ibn Yusuf al-Khulli. Keluarganya adalh keluarga pendekar Arab yang gagah pemberani dan kental nuansa keagamaannya. Kakek Amin al-Khulli dari pihak ibunya (Fatimah) ini adalah Syeikh Ali Amir al-Khulli yang terkenal dengan sebutan “al-Sibhi”, seorang alumni al-Azhar dengan spesialisasi Qira’at. Dia lahir pada awal bulan Mei 1895.
Pada usia tujuh tahun Amin tinggal bersama pamannya dan di-gembleng dengan pendidikan agama yang sangat ketat seperti menghafal Alqur’an, menghafal tajwid al Tuhfah dan Al Jazariah, fiqh, dan nahwu. Adapun kitab yang wajib dihafal adalah al-Samsia, al-Kanz, al-Jurumiah dan matan Alfiah. Dalam penghafalan itu dia diberi keistimewaan yakni di usia yang kesepuluh tahun dia sudah hafal Alqur’an khususnya Qira’at Hafs dalam waktu singkat 18 bulan.

Sedangkan pada usia yang ke-15, selama enam bulan enam hari Amin al-Khulli masuk akademi hukum (Madrasah al-Qada Al-Syar’i) dengan mata ujian masuk hafalan Alqur’an lengkap, membaca kitab dan mengarang dalam bidang fiqih dan nahwu. Selain itu juga mempelajari ilmu pengetahuan yang lain seperti Aljabar, matematika teoritis, astronomi, fisika, kimia, sejarah, sampai geografi. Di samping itu juga aktif dalam organisasi yang diikuti Ikhwan al-Shofa dengan aktifitas di bidang seni dan sastra.
Kemudian pada tahun 1917 dia menulis tesisi dengan judul “al-Jundiyyah al-Islamiyyah wa Nadhmuha” yang diterbitkan tahun 1960 dengan judul “al-Jundiyyah wa Silmu Waqi’ wa Nissal” dan artikel yang ditulis “al-Madinah al-Jundiyyah fi Siqhiyyah, al-Ashlihah al-Nariyyah fi al-Juyus al-Islamiyyah, dan Jundiyyah fi al-Islam.
Setelah mengecam berbagai aktifitas intelektual maupun sosial politik dengan penuh semangat dan tanggungjawab, semata demi kemajuan agama, negara, dan bangsa yang penuh segala suka, baik di bidang seni dan sastra, ada akhirnya yakni bertepatan pada hari Rabu tanggal 06 Maret 1966 dalam usia yang ke-71 tahun sang Pendekar Sastra dan Pembaharu ini meninggal dunia.

Sedikit kesamaan setting akademis dengan Bint al-Shati’ yang memiliki nama asli ‘Aisyah ‘Abd al-Rahman, seorang guru besar sastra dan bahasa Arab pada Universitas ‘Ain al-Syams, Mesir. Juga guru besar tamu pada Universitas Umm Durman, Sudan, dan guru besar tamu pada Universitas Qarawiyyin, Maroko. Dia lahir di Dumyat, sebelah barat delta Nil pada tanggal 06 November 1913, dari keluarga muslim yang saleh. Ayahnya, ‘Abd al-Rahman, adalah tokoh sufi dan guru teologi di Dumyat. Namun demikian, ia bukan orang asli Dumyat, melainkan dari daerah Syubra Bakhum, sebelah wilayah di Manufiyah. Setelah menyelesaikan pendidikan di al Azhar, ia menikah dengan putra Ibrahim Damhuji al Kabir, seotrang Syaikh al Azhar.

Pendidikan Bint al-Shati’ dimulai dari belajar membaca dan menulis Arab pada Syaikh Mursi di Shubra Bakhum, di tempat asal ayahnya, ketika ia berumur lima tahun. Selanjutnya ia masuk sekolah dasar untuk belajar gramatika bahasa Arab dan dasar-dasar kepercayaan Islam, di Dumyat. Setelah menjalani pendidikan lanjutan, pada tahun 1939, ia berhasil meraih jenjang Licence (Lc) jurusan Sastra dan Bahasa Arab, pada Universitas Fuad I, Kairo. Dua tahun kemudian Bint al-Shati’ menjalani jenjang Master, dan tahun 1950 meraih gelas doktor pada bidang yang sama dan lembaga pendidikan yang sama pula, dengan disertasi berjudul al-Ghufran li Abu al-‘Ala l-Ma’ari.

Karier akademik Bint al-Shati’ dimulai sebagai guru sekolah dasar khusus perempuan di al Mansuriah, 1929. Tahun 1932 menjadi supervisor pendidikan di sebuah lembaga bahasa untuk Inggris dan Perancis, tahun 1939 menjadi asisten lektur pada bahasa Arab di Universitas Kairo, menjadi inspektur bahasaArab pada Koran al Ahram, menjadi lektur pada bahasa Arab di Universitas ‘Ain l-Syam tahun 1950, menjadi asisten professor sastra Arab pada sebuah universitas yang sama pula tahun 1957, menjadi professor penuh untuk sastra Arab pada Universitas ‘Ain al-Syam tahun 1967.
Di samping minat dalam bidang pendidikan dan sastra, Bint al-Shati’ juga mempunyai bakat jurnalistik yang besar. Ia telah menulis artikel di mass media sejak di pendidikan lanjut, suatu prestasi yang jarang terjadi di lingkungannya. Bakat ini kemudian dikembangkan dengan penerbit majalah al-Nahdhah al-Nasiyah, tahun 1933, dimana ia sekaligus bertindak sebagai redakturnya.

C. Metodologi Pemahaman Alqur’an Menurut Amin al Khulli

Nama Amin al Khulli dalam dunia tafsir mungkin tidak terlalu banyak didengar. Nama tokoh yang sejak dini (10 tahun) sudah menghafal Alqur’an dan beberapa matan kitab Hadist ini justru tenggelam, sementara murid-muridnya banyak mendapat sorotan masyarakat. Diantara murid-murid beliau yang mampu memberikan pemikiran segar bagi studi Alqur’an adalah Nashr Hamid Abi Zaid, Muhammad Ahmad Khalf Allah, Syukri Ayyad, dan Bint al-Shati’.

Sumbangsih al Khulli setelah ia bergelut di dalam menelaah turats Arab Islam terutama dalam bidang humaniora, terletak pada gagasan prosedur memproduksi teks, dalam konteks ini Alqur’an. Meskipun beliau bukan yang pertama, namun kesadaran para ulama dalam pandangannya terhadap Alqur’an, sebelumnyamemiliki kecenderungan yang tidak sepadan dengan beliau. Para sarjana sebelum Abduh melihat Alqur’an dari sisi dogamtis-teologis. Sehingga memunculkan corak-corak tafsir ideologis yang sangat sectarian dan cenderung eksklusif untuk secara lapang dapat menerima gagasan di luar dirinya.

Untuk merenovasi bangunan tafsir semacam ini, Amin al Khulli merasa perlu merancang dari dasar pondasi yang baru. Prinsip yang harus dipegang mufassir sebelum menafsirkan Alqur’an, supaya tidak terjebak pada upaya mencari pembenar dari Alqur’an atas kecenderungan pribadinya, diusulkanlah olehnya dengan cara memandang Alqur’an sebagai sebuah karya sastra agung sebelum memandangnya sebagai kitab suci.

Pertama sekali Alqur’an harus dianggap sebagai kitab al ‘Arabiyyah al Kubra. Karena Alqur’an mengabadikan bahasa Arab, menjadi kebangan bahasa Arab dan ke-Arab-annya diakui oleh semua orang Arab apapun agama mereka. Dengan cara pandang ini Amin al Khulli memprediksi bahwa hasil akhir kesimpulan tentang Alqur’an akan sama oleh mufassir yang muslim, maupun orang Kristen, kaum pagan, materialis, atau bahkan atheis.

Untuk mewujudkan cita-cita penafsiran ini Amin al Khulli menetapkan tugas pokok seorang mufasssir dalam aksi penafsiran dengan langkah studi eksternal teks (dirasah ma hawla Alqur’an) dan studi internal teks (dirasah maa fi Alqur’an nafsihi).
Dua persyaratan ini menjadi keharusan bagi seorang mufassir yang ingin melahirkan tafsirnya bersifat sastrawi. Jadi seorang mufassir harus melacak terlebih dahulu lingkungan material maupun non-material yang ada ketika Alqur’an turun, hidup, dihimpun, dibaca, dan dihafal, juga bagaimana Alqur’an berbicara pada audiensnya yang pertama.

Sedangkan studi aspek internal Alqur’an dimaksudkan bahwa seorang mufassir harus melacak perkembangan makna dan signifikansi kat-kata tertentu Alqur’an dalam bentuk tunggalnya. Kemudian dilacak indikasi makna ini dalam setiap generasinya agar dapat dilihat pergeseran makna dalam berbagai generasi serta pengaruhnya secara psikologis sosial dan peradaban umat terhadap pergeseran makna.

D. Kecenderungan I’jaz Alqur’an Menurut Bint al Shati’

Bint al Shati’ sebagai penerus pemikiran sang suami, adalah sosok yang telah meneruskan al Khulli untuk mengungkap dan memahami Alqur’an perspektif sastra yang dicetuskannya sebagai tawaran yang leih dapat mengarah objektifitas pemahaman non-ideologis-teologis. Secara jujur, Bint al Shati’ mengakui bahwa metode yang beliau pakai ia peroleh dari guru besarnya di Universitas Fuad I.
Bint al Shati’ meyakini bahwa Alqur’an menjelaskan dirinya dengan sendirinya, kedua Alqur’an harus dipelajari dan dipahami keseluruhannya sebagai suatu kesatuan yang karakteristik dalam ungkapan dan gaya bahasa yang khas, dan ketiga penerimaan atas tatanan kronologis Alqur’an tanpa menghilangkan keabadian nilainya.
Berdasarkan tiga dictum atau basis pemikiran di atas, Bint al Shati’ mengajukan metode tafsirnya, yang menurutnya diambil oleh dan dikembangkan dari prinsip-prinsip metode penafsiran al Khulli yang terdiri dari empat langkah:

1. Memberlakukan apa yang ingin dipahami dari Alqur’an secara objektif, dan hal ini dimulai dengan pengumpulan semua surah dan ayat mengenai topic yang ingin dipelajari.

2. Untuk memehami gagasan tertentu yang terkadang di dalam Alqur’an, menurut konteksnya, ayat-ayat di sekitar gagasan itu harus disusun menurut tatanan kronologis pewahyuan, hingga keterangan-keterangan mengenai wahyu dan tempat dapat diketahui.

3. Karena bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan dalam Alqur’an, maka harus dicari arti linguistic aslinya yang memiliki rasa keakraban kata tersebut dalam berbagai penggunaan material dan figuratifnya. Dengan demikian makna Alqur’an diusut melalui pengumpulan seluruh bentuk kata dalam Alqur’an dan mempelajari konteks spesifik kata itu dalam ayat-ayat dan surah-surah tertentu serta konteks umumnya dalam Alqur’an.

4. Untuk memahami pernyataan-pernyataan yang sulit, seorang mufassir harus berpegang pada makna nash dan semangatnya (maqashid al syar’i), kemudian dikonfrontasikan dengan pendapat para mufassir. Namun hanya pendapat yang sejalan dengan maksud teks yang bisa diterima sedangkan penafsiran yang berbau sectarian dan israiliyyat bias dijauhkan.

Kesimpulan Bint al Shati’ dari hasil pembacaan terhadap Alqur’an bahwa apa yang oleh sebagian ahli linguistic dipandang sinonim-sinonim, pada kenyataannya tidak pernah muncul di dalam Alqur’an dengan pengertian yang benar-benar sama.

Penggunaan kata kerja di seputar peristiwa kiamat, baik dalam bentuk pasif (majhul) atau lainnya yaitu bentuk-bentuk VII dan VIII. Bint al Shati’ menyatakan para mufassir dan ahli retorika telah menyibukkan diri dengan pertimbangan-pertimbangan tata gaya penekanan Alqur’an pada kepasifan alam raya pada hari kiamat, ketika semua ciptaan secara sponan tunduk kepada peristiwa-peristiwa yang dahsyat pada hari itu. Lebih jauh bentuk kata kerja pasif mengkonsentrasikan perhatian pada peristiwa dan mengabaikan sang pelaku actual, bentuk VII dan bentuk VIII secara kuat menunjukkan ketundukan ketika peristiwa berlangsung.

Dengan aturan bahwa ayat-ayat yang setema disusun secara kronologis pewahyuan, bias diketahui secara lebih meyakinkan tentang proses penetapan hukum dan arah tujuannya. Hal ini antara lain terlihat pada proses dan kronologi pelarangan minuman keras.
Dalam kaitannya dengan pemahaman teologis, bahwa kehendak yang diakui adalah yang berupa tindakan, bukan sekedar abstraksi intelektual atau suatu sifat, serta kehendak ini tidak bisa dipaksakan. Hal ini didasarkan atas studi bahwa kata “arada” (berkehendak) muncul sebanyak 140 kali; 50 kali dinisbatkan kepada Tuhan, 90 kepada makhluk. Kata ini tidak pernah muncul dalam bentuk kata kerja abstrak “iradah”, tetapi dalam bentuk madhi dan kata kerja sekarang serta masa depan.

Salah satu contoh penafsiran Bint al Shati’ dengan pendekatan sastra dapat dilihat bagaimana ia menafsirkan surat ad Dhuha. Menurutnya, surat Dhuha dimulai dengan qasam wawu. Pendapat yang berlaku di kalangan ulama terdahulu mengatakan bahwa sumpah Alqur’an ini mengandung makna pengagungan terhadap muqsam bih (objek yang digunakan untuk bersumpah). Gagasan ini berkembang luas, sehingga menyeret mereka untuk melakukan pemaksaan di dalam menjelaskan segi keagungan pada setiap hal yang digunakan Alqur’an untuk bersumpah dengan wawu.

Qasam dengan wawu pada umumnya adalah gaya bahasa yang menjelaskan makna-makna dengan penalaran inderawi. Keagungan yang tampak dimaksudkan untuk menciptakan daya tarik yang kuat. Sedangkan pemilihan muqsam bih dilakukan dengan memperhatikan sifat yang sesuai dengan keadaan. Menelusuri sumpah-sumpah Alqur’an seperti terdapat dalam ayat ad Dhuha, kita menemukannya dikemukakan sebagai latifah (penarikan perhatian) terhadap suatu gambaran materi yang dapat diindera, dan realitas yang dapat dilihat, sebagai inisiatif ilustratif bagi gambaran lain yang maknawi dan sejenis, tidak dapat dilihat dan diindera.

Dengan demikian, Alqur’an dengan sum[pah-sumpahnya dalam surah ad Dhuha menjelaskan makna-makna petunjuk dan kebenaran, atau kesesatan dan kebatilan. Dengan materi-materi cahaya dan kegelapan. Penjelasan yang maknawi dengan hissi ini dapat kita kemukakan pada sumpah-sumpah Alqur’an dengan wawu. Sehingga dapat diterima tanpa paksaan dalam penakwilan ayat-ayat.



DAFTAR PUSTAKA


Yusron, Drs, HM, MA., dkk, “Studi Kitab Tafsir Kontemporer”, Yogyakarta: Teras Press, 2006.
Rahman, Fazlur, “Tema Pokok Alqur’an”, Bandung: Penerbit Pustaka, 1980.
Setiawan, Nur Kholis, Dr, Phil, HM, “Akar-Akar Pemikiran Prograsif Dalam Kajian Alqur’an”, Yogyakarta: Elsaq Press, 2008
Al Khulli, Amin, Kamil Sa’fan, Kairo: al Haiah al Mishriyyah al Amamah lil Kitab, 1982
Boullata, Issa J, “Pengantar Tafsir Bint al Shati’”, (terj.) Ihsan Ali Fauzi, Bandung: Mizan, 1996.
Mansur, Muhammad, “Amin al Khulli dan Pergeseran Paradigma Tafsir Allqur’an”, Jurnal studi Ilmu-Ilmu Alqur’an dan Hadist, Vol. 6 No. 2, Juli, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2005
Muhammad Amn, “A Study of Bint al Shati’ Exegesis, Kanada: Tesis Mc gill, 1992
Abdurrahaman, ‘Aisyah, Dr, “Tafsir Bint al Shati’”, Bandung: Mizan, 1996

Rabu, 16 Maret 2011

9 Cara Membuat Otak Anak Jadi Genius

Setiap orang tua selalu mengharapkan anaknya cerdik, pandai dan arif melebihi anak lain. Para pakar menyatakan, sekalipun kearifan seorang anak sangat erat hubungannya dengan genetika bawaan, namun banyak sekali penelitian ilmiah menunjukkan bahwa pembinaan setelah lahir juga merupakan faktor sangat penting yang tidak boleh diabaikan.

http://dr.lupuzz.googlepages.com/dad-son.jpg


Merangsang Pertumbuhan dengan Pendidikan dalam Kandungan
Para dokter menyatakan, bayi dalam kandungan usia tiga bulan sudah mempunyai perasaan, empat bulan sudah mampu merasakan suara dari luar. Suara dari luar ini akan terus merangsang organ indera anak dalam kandungan dan mendorong pertumbuhannya, mempunyai peran yang penting bagi pertumbuhan intelegensi. Pada dasarnya cerebral cortex (bagian otak yang penting untuk mengingat, memperhatikan, menyadari, berpikir, mengerti bahasa dan lain sebagainya) bayi dalam kandungan sudah terbentuk pada usia 5 – 6 bulan, bila pada masa ini diperdengarkan musik ataupun dilakukan pemijatan lembut pada bagian perut akan dapat meningkatkan pertumbuhan intelegensi sang anak.

Fondasi Perkembangan Intelegensi Ditentukan pada Masa Anak-Anak
Sejak bayi dilahirkan, ayah-bunda sudah mempunyai peran penting untuk mengajarkan pengetahuan dasar kepadanya. Kalau saja ayah bunda pada tahap ini dapat membimbing sang anak dengan murah hati, hormat dan penuh kasih sayang, maka bukan saja dapat meletakkan dasar kepribadian yang unik bagi sang anak, bahkan dapat membuat anak memiliki kemampuan belajar dan sikap bergaul yang baik. Dengan demikian, peran ayah bunda bukan hanya membesarkan, bahkan juga memikul tanggung jawab besar sebagai “guru pribadi”.

http://lakso.files.wordpress.com/2008/07/anak-indonesia.jpeg

Para pakar menyatakan, “Anak-anak pada rentang usia 4 sampai dengan 13 tahun, karena belum banyak mengecap asam garam dunia, hatinya masih murni, merupakan masa dengan daya ingat yang paling kuat selama hidupnya. Jika pada masa keemasan ingatan ini memperoleh pendidikan yang baik, akan sangat bermanfaat bagi sepanjang hidupnya.

9 Rahasia Membuat Anak menjadi Pandai/Jenius
Penulis rubik khusus pendidikan, Korey Capozza, menyarankan sembilan cara untuk membina dan meningkatkan IQ (intelligence quotient ) anak.

1. Belajar Musik
http://belajar-piano.com/images/konsentrasi.jpg
Ini merupakan cara yang bagus untuk meningkatkan pembelajaran otak kanan dengan santai dan mudah. Menurut hasil penelitian Universitas Toronto, pelajaran musik dapat meningkatkan intelligence quotient dan prestasi sekolah seorang anak. Bahkan semakin lama dipelajari, hasilnya semakin jelas.

2. Beri minum Air Susu Ibu
http://putalesulfato.files.wordpress.com/2008/11/breastfeding.jpg
Banyak penelitian ilmiah membuktikan bahwa air susu ibu (ASI) selain menyediakan berbagai macam zat gizi, juga dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan intelegensi bayi. Seorang bayi yang mengonsumsi ASI selama sembilan bulan secara nyata lebih pandai dari pada seorang bayi yang hanya mengonsumsi ASI selama satu bulan.

3. Tingkatkan kesehatan
http://www.klikdokter.com/userfiles/ibuanakgigisehat.jpg
Tim peneliti dari University of Illinois telah membuktikan hubungan antara kesehatan dan pelajaran anak di sekolah. Penelitian dari Oppenheimer Funds malah menunjukkan bahwa olah raga berkelompok bukan saja meningkatkan rasa percaya diri, membangun spirit kebersamaan, bahkan dapat memupuk kecakapan memimpin. Delapan puluh satu persen dari para direktris perusahaan pada saat masih kecil, semuanya pernah bergabung dalam suatu kegiatan organisasi.

4. Permainan
http://www.wartakota.co.id/upload/photo/2009/08/21/e9ec7bf1523158d0389a636b6c0b5988.jpg
Memang ada banyak games yang bisa membuat pemainnya menjadi brutal, nyentrik ataupun malas berpikir. Namun juga ada sejumlah games yang dapat meningkatkan spirit bersosial, kreativitas dan inspirasi, bahkan ada yang dapat melatih anak untuk berpikir dengan bijaksana serta melatih kemampuan membuat rencana. Penelitian di University of Rochester juga menemukan bahwa anak kecil yang bermain games lebih berkemampuan dalam menemukan petunjuk rasa visual dalam belajar.

5. Menolak junk food
http://www.detikhot.com/images/content/2008/09/05/227/InfoD.jpg
Kurangi mengonsumsi makanan berkadar gula tinggi, berpantang berbagai makanan berlemak tinggi dan junk food yang lain. Sebaliknya, banyaklah mengonsumsi makanan sehat bergizi tinggi, ini akan meningkatkan perkembangan intelegensi dan motorik anak, terutama bagi bayi yang belum genap dua tahun, hal ini sangat penting. Misalnya, seorang anak harus mengonsumsi sejumlah zat besi untuk membantu pertumbuhan otak. Kalau kurang jumlahnya, penghantaran impuls syaraf akan melemah.

6. Memupuk rasa ingin tahu
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBFUG8WFS_It07h8xGlv9xQsKuyl_9tqENYOe37iUB10HOXP2uGDnMfLN0propSPV_etmz4TXo9k-zFv8HUqDAz-qTKXkFuscBXbMsyXtt1nfN8bah3iD8GRpdrDsZb5RJUZi6AKq1rxk/s400/anak+lucu.bmp
Para pakar mengungkap, ketika orang tua mendorong anak untuk mempunyai pemikiran sendiri, sesungguhnya adalah sedang meng-arahkan mereka pada pentingnya menuntut pengetahuan. Menaruh perhatian yang besar terhadap minat anak, mengenalkan dan mengajarkan ketrampilan baru kepada mereka pada setiap ada kesempatan mendidik di luar rumah, semua ini merupakan cara yang baik sekali guna memupuk dambaan anak untuk menuntut pengetahuan.

7. Membaca
http://ecmbtm.files.wordpress.com/2009/06/anak-membaca.jpg
Sejalan dengan kemajuan teknologi, banyak orang yang mengabaikan pentingnya membaca. Membaca merupakan cara meningkatkan intelligence quotient seseorang yang paling langsung dan efektif. Membacakan cerita untuk anak, menjadi anggota perpustakaan dan menambah koleksi buku bacaan semuanya merupakan cara yang baik untuk memupuk minat membaca seorang anak.

8. Makan pagi
http://www.klikdokter.com/userfiles/anak%20makan(1).jpg
Pepatah yang mengatakan burung yang bangun pagi akan mendapatkan makanan bukanlah tanpa dasar. Jauh sejak 1970, penelitian ilmiah menemukan seorang anak yang sarapan pada pagi hari memiliki ingatan yang lebih baik, lebih mampu berkonsentrasi dan juga mampu belajar lebih cepat. Dari pada sama sekali tidak makan pagi, makanlah sepotong kue atau minum segelas susu, hal ini akan sangat membantu dalam belajar.

9. Bermain permainan pengasah otak
http://matanews.com/wp-content/uploads/bermain.jpg
Bermain catur, teka-teki silang atau permainan lain dapat merangsang intelegensi. Games Sudoku malah dapat memupuk cara berpikir yang bijaksana dan memupuk kemampuan memecahkan masalah.

Selain hal-hal di atas, pada saat seorang anak masih sangat muda harus sering diajak bercengkrama, mintalah anak mengingat perbendaharaan kata yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari ataupun mintalah anak menghafal, semua ini merupakan jurus piawai untuk membantu anak memupuk intelligence quotient.

http://masdodod.files.wordpress.com/2009/03/smile.jpg

Para pakar menyatakan, “Matikan tv, mintalah anak keluar rumah, mendekatkan diri dengan alam dan mengolah tubuh, merupakan salah satu metode terbaik untuk melatih anak menjadi pandai cekatan dan baik bagi tubuh.

Tidur yang baik

Udah pada tidur belom? Manusia normal yang berada di atas bumi pasti melakukan aktifitas ini, meskipun cuma 1 jam tiap hari. Jaman dahulu kala orang tidur memakai bantal kayu atau batu atau bahkan tidak memakai bantal. Sekarang aja enak, orang tidur pakai yang 'empuk-empuk' heu heu.
Kebiasaan tidur dengan bantal kayu atau batu, menyebabkan orang-orang dahulu bisa bangun dengan segar bugar, karena tubuh mereka bisa beristirahat total saat tidur. berbeda dengan mereka yang tidur di atas kasur empuk, tubuh mereka tidak bisa istirahat dengan total, kenapa ya? karena saling menekan dengan alas tidurnya.

Posisi tidur yang benar adalah tubuh miring ke kanan dengan kaki bagian atas di tekuk, dan tangan kiri sebagai bantal. Tidur dengan posisi ini bermanfaat agar mengalirkan darah ke otak dengan sempurna, karena posisi kepala lebih rendah dari jantung.

Posisi tidur yang membuat bodoh adalah : terlentang, tengkurap, dan kaki mengangkang. Posisi ini diibaratkan sebagai cara tidurnya binatang, karena aliran darah tidak lancar, perut dan dada tertekan, juga aliran darah ke otak juga terhambat.

Saat tidur yang baik adalah jam 20.00 WIB - 01.00 Pagi. Selanjutnya 01.00-04.00 digunakan untuk belajar, pukul 04.00 - 06.00 untuk olahraga, dan seterusnya...

Saat tidur yang tidak baik adalah pukul 06.30 WIB setelah matahari terbit, pada tengah hari pukul 11.30 - 12.00 WIB dan pukul 17.30 WIB saat matahari tenggelam. Tidur pada saat tersebut akan mengakibatkan seseorang linglung dan separuh kesadarannya hilang, diakibatkan oleh keseimbangan alam yang pada waktu-waktu tersebut harus berada pada kondisi sadar.

Tidur yang baik berada dalam keadaan atau ruang yang gelap, terhindar dari cahaya yang menyengat dan silau. Rangsang cahaya yang terlalu banyak, menyebabkan otak tidak optimal dalam melakukan defragmentasi data-data yang terekam sebelum tidur, hal ini akan berdampak kepada daya ingat pada jangka waktu yang lama.


Siumber: http://juandryblog.blogspot.com/

"Pemilu Itu Takhayul"

liputan: Pemilu sekarang Takhayul

Budayawan Emha Ainun Nadjib mengeluarkan statemen "mbeling" seputar pelaksanaan pemilu di Indonesia yang sekarang ini sedang riuh-riuhnya. DIa menyatakan kalau pemilu sekarang ini hanyalah takhayul.




"Pemilu sekarang hanya takhayul. Rakyat tidak tahu siapa sebenarnya yang mereka pilih. Takhayul itu kan, kepercayaan kepada sesuatu yang dianggap ada atau sakti, tetapi sebenarnya tidak ada atau tidak sakti.

Nah, rakyat sekarang kan disuruh memilih pemimpinnya, sementara pemimpin yang diharapkan itu sebenarnya tidak ada." ujarnya di sela acara Sastrawan Bicara Siswa Bertanya (SBSB) di SMA 2 (Smada) Banjarmasin, kemarin.

Cak Nun -- begitu Emha biasa disapa -- menyampaikan hal itu ketika memberikan jawaban kepada seorang siswa yang sedikit melenceng dari tema sastra yang dibicarakan dalam acara SBSB itu. Waktu itu, seorang siswa bertanya seputar penulisan cerpen yang islami dan keyakinan sebagian orang beragama terhadap hal-hal yang takhayul.

Rupanya pertanyaan itu menggelitik Cak Nun juga untuk menanggapinya sehingga merembet seputar pelaksanaan pemilu. Dan pernyataan "Kiai Mbeling" tadi rupanya bikin penasaran sejumlah wartawan. Makanya, ketika acara SBSB selesai sekitar pukul 12.00, wartawan pun langsung memburunya. Dan Cak Nun tetap menyatakan menyebutkan bahwa rakyat Indonesia sekarang ini sedang merayakan takhayul.

"Lha iya, rakyat itu ikut pemilu tapi tidak tahu betul siapa yang akan dipilih. Orang NU sesungguhnya tidak mengerti siapa Gus Dur, dan orang Muhammadiyah tidak tahu betul siapa Amien Rais, begitu juga dengan siapa itu Akbar Tandjung, Mega, SBY dan yang lainnya." ujar Cak Nun.

Menurut Cak Nun, apapun nanti hasil pemilu tidak akan menghasilkan apa-apa, tidak akan membawa perubahan terhadap Indonesia. "Sebab semua parpol itu adalah takhayul, bid'ah. Mereka tiap hari tampil bertakhayul di televisi. Calon-calon pemimpin yang ditampilkan di koran-koranpun hanyalah mereka yang dianggap laku saja bagi media itu sendiri," ujarnya.

Karena itu Cak Nun juga menyatakan kalau calon-calon pemimpin (presiden) sekarang ini juga adalah takhayul. "Memang, Gus Dur, Amien, Mega, Akbar, SBY, semuanya bisa menjadi pemimpin, tapi tidak akan membawa kearah perubahan apapun terhadap Indonesia ke depan," katanya.

Bahkan Cak Nun mengatakan bahwa Mega itu tidak mengerti apa-apa. "Justru yang mengerti adalah Taufik (Taufik Kiemas)," ujarnya sambil tersenyum. Cak Nun juga memperkirakan kalau pendukung "mocong putih" (PDIP) akan berkurang hingga 20 persen.

Kalau semua calon presiden yang sekarang sedang bersaing tidak bisa diharapkan, lalu bagaimana nasib Indonesia? "Indonesia tetap saja ada. Sebab Indonesia tidak tergantung kepada pemimpinnya, tapi kepada rakyatnya sendiri," kata Cak Nun yang kemarin hadir bersama istrinya Novia Kolopaking.



fwd by Redaksi from Rakyat Merdeka, 24 Maret 2004

"प्रेस्तासी अनक नुसंतारा उन्तुक दुनिया (?)"

Pemuda Indonesia Pada 80 Tahun “Sumpah Pemuda”
28 Oktober 1908 – 28 Oktober 2008
Oleh : Ishadi, SK*


Jumat pagi tanggal 18 Juli lalu saya berkesempatan breakfast meeting dengan Prof. Yohanes Surya Ph.D., yang memperkenalkan program Tim Olympiade Fisika Indonesia (TOFI), sebuah usaha untuk menetaskan juara fisika, di panggung dunia. Usahanya didorong obsesi untuk suatu ketika tampil seorang pemenang Nobel Fisika dari Indonesia.

Bukan hanya mimpi, karena seorang mahasiswa jurusan Fisika ITB, Anike Nelce Bowaire (dari Papua ; red), memperoleh penghargaan First to Nobel Prize in Physic 2005 dalam Kejuraan Fisika Dunia di Amerika. Anike sekarang belajar di MIT – Massachusetts Institute Of Technology di A.S., Universitas yang melahirkan paling banyak pemenang Nobel dunia. Anike adalah anak didik Prof. Dr. Yohanes yang mengikuti Program Olympiade Fisika Nasional sebuah program pelatihan khusus untuk anak-anak berbakat di Indonesia.

Menurut dia, Indonesia memerlukan paling tidak 10,000 orang yang memiliki keahlian “advance In science and technology” sebagai persyaratan dasar sebuah bangsa untuk mengembangkan diri sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia. Sekarang ini baru sekitar 100 orang yang tercatat memiliki keahlian dibidang itu, padahal berdasarkan uji statistik rata rata terdapat seorang genius diantara setiap 10.000 orang di dunia. Karena Indonesia berpenduduk 230 juta secara teoritis paling tidak seharusnya terdapat 230,000 orang jenius di Indonesia! Sebuah potensi besar untuk menemukan para ahli di bidang “Advance Science and Technology”.

Kejeniusan seseorang diukur tingkat IQ-nya yang minimal 140, dan tidak mempunyai korelasi dengan standard gizi yang dikonsumsi sehari-hari. Jenius adalah sebuah bakat alam yang ada sejak dilahirkan. Masalahnya adalah sebagian terbesar anak-anak jenius ini tidak diolah, dilatih dan dididik secara proper. Jenius hanyalah potensi dasar.

Sebagai contoh, bulan September 2004, Andrey Awoitau, murid SMP kelas 1 di Papua ditemukan mempunyai bakat jenius. Oleh Prof. Yohanes, kemudian mebawanya ke Jakarta. Setelah dilatih secara khusus selama 8 bulan, Andrey diikutkan pada kompetisi Olympiade Matematika Indonesia dan memperoleh Medali Perak. Delapan bulan berikutnya lewat berbagai pelatihan lanjutan, Andrey memperoleh Medali Emas dengan mengalahkan Ivan Christanto – Juara Dunia Olympiade Matematika.

Bulan Agustus 2005, Prof. Yohanes melakukan penelitian acak diantara 27 SMU Negeri dan 17 SMU Swasta di Jakarta. Hasilnya dari 1,500 siswa yang diteliti, 300 siswa mempunyai IQ 140, dari jumlah itu 44 siswa memiliki IQ 150 – melewati tingkat jenius. Ahli fisika dunia Albert Einstein penemu teori relativitas memiliki IQ 150. Sedangkan Prof. Dr. Wiryono Karyo, Sekjen Departmen Energi dan Sumber Daya Mineral mempunyai IQ 170.

Bulan November 2005, Prof. Yohanes lewat penelitian lain terhadap 400 siswa SMA kelas 1 Kabupaten Toba, Samosir, menemukan 6 orang dengan IQ 150 – super jenius. Sejak program TOFI (Tim Olympiade Fisika Indonesia) diluncurkan tahun 1993, pelajar binaannya sudah merebut 54 medali emas, 33 medali perak dan 42 medali perunggu di berbagai kompetisi Matematika/Fisika Internasional.

Jumlah ini bertambah ketika 3 minggu lalu TOFI memperoleh 2 medali Emas, 2 medali Perak dan 1 medali Perunggu pada International Physics Olympiad ke-39 di Hanoi, Vietnam. Sebelumnya Kelvin Anggara (SMU Sutomo, Medan) untuk pertama kalinya dalam sejarah memperoleh medali emas di Olympiade Kimia Internasional di Budapest (12-21 Januari 2008).

Yang paling terkenal, Yonatan Mailoa, siswa kelas 3 SMA Penabur BPK (IQ 153) yang pada bulan Juni 2006, merebut Medali Emas Fisika Dunia, setelah memenangkan kompetisi yang diikuti oleh 356 peserta dari 85 Negara. Mailoa sekarang melanjutkan kuliah di MIT – Massachusets Institute Of Technology, A.S. Bulan Juli 2007, Muhammad Firmansyah Kasim, murid kelas 1 SMU Negri Makasar (IQ 152) memperoleh dua medali emas: masing-masing untuk kejuaraan Olympiade Asia di China diikuti oleh 80 Negara dan Olympiade Dunia di Iran yang diikuti oleh 90 Negara.


Prof. Nelson Tansu Ph.D, memperoleh gelar Professor Fisika pada umur 25 tahun dari Pennsylvania State University, hanya sepuluh tahun setelah lulus SMU Dr. Sutomo 1 Medan, Nelson menjadi Profesor termuda dalam sejarah perguruan tinggi di Amerika Serikat. Sementara itu Reza Pradipta berumur 23 tahun saat ini sedang kuliah untuk memperoleh gelar Doktor Teknologi Nuklir di MIT – salah satu perguruan Tinggi terbaik didunia.

Kita masih ingat sebuah Majalah Politik Terkemuka A.S. ”Foreign Policy”, (yang merupakan salah satu majalah jaringan Group ”Washington Post”,) – edisi Mei 2008, menempatkan Dr. Anis Baswedan yang sekarang Rektor Universitas Paramadina – sebagai salah satu dari 100 ”World public intelectuals”, sejajar dengan Al Gore, Noam Chomsky, Francis Fukuyama, Umberto Eco, Lee Kuan Yew, sejarawan India – Ramachandra Guha dan Penulis Fareed Zakaria.


Bulan April 2004, pada kejuaraan Fisika antar tujuh universitas paling prestigius didunia – Harvard University; University of California – Berkeley California; Princeton University; California Institute of Technology; Stanford University; Bremen University dan MIT- Massachusetts Institute of Technology keluar sebagai juara setelah mengumpulkan penghargaan terbanyak. MIT mengirim 7 orang mahasiswa, 3 diantaranya mahasiswa Indonesia yang sedang belajar perguruan tinggi tersebut.


Untuk merealisasikan mimpinya Prof. Yohanes berencana mendirikan paling tidak 10 kelas super di Indonesia. Masing-masing kelas terdiri dari 20 orang yang dipilih diantara siswa yang mempunyai IQ diatas 140 dan ditempelkan di SMU unggulan di Indonesia. Sekarang ini ada satu kelas yang sudah ditempelkan ke SMU 3 Jakarta. Kalau program ini berjalan baik dipastikan dalam dua tahun, akan lebih banyak siswa Indonesia yang menjadi juara Olimpiade Asia maupun Dunia.


Tanggal 3 sampai 10 Agustus 2008 di Bali, Indonesia menjadi tuan rumah ”Asian Science Camp”, ajang pelatihan siswa unggul seluruh Asia. Mereka dilatih oleh enam pemenang hadiah Nobel diantaranya: Professor Masatoshi Koshiba (2002) Nobel Fisika Jepang, Professor Yuan Tseh Lee (1986) Nobel Kimia Taiwan, Professor Douglas Osherroff (1996) Nobel Fisika USA, Professor Richard Robers Erns (1991) Nobel Kimia Switzerland. Indonesia mengikut sertakan 350 peserta.

Beberapa mantan juara Olyimpiade Fisika yang telah menjadi peneliti di luar negri menjadi pembicara diantaranya Prof. Nelson Tansu, Profesor termuda di A.S., Prof Johny Setiawan yang bekerja di Max Planck Institute for Astronomy – satu-satunya astronomy non-Jerman di Institute itu –yang menemukan delapan planet di tata surya lain, tiga diantaranya planet HD 47536c; HD 110014b dan HD 110014c, akan dipublikasikan tahun depan dalam jurnal astronomi, dan Dr. Rizal Fajar satu dari 8 scientist yang merancang dan menerbangkan ”probe” – laboratorium penelitian angkasa luar A.S., yang berhasil mendarat di Planet Mars.


Indonesia nyatanya tidak hanya kaya sumber daya alam (SDA), namun juga sumber daya manusia (SDM). Mantan Presiden Habibie adalah seorang jenius yang lulus dari Perguruan Tinggi Rheinisch – Westfalische Technice Hohscule, Achen, Jerman dengan nilai Summa Cumlaude dibidang ”teknologi pesawat terbang” – Habiebie menjadi doktor pertama di dunia yang memperoleh Summa Cum-laude di bidang itu.

Prof. Habibie selama bermukim di Jerman menjadi warga negara kehormatan negara itu dan menjadi salah satu Vice President Pabrik Pesawat Terbang MBB – Messerschmitt Bolkow Blohm. Dialah yang menemukan rumus keretakan pesawat terbang. Penemuan itu sangat membantu upaya mendisain pesawat penumpang raksasa yang dibuat di pabrik Boeing maupun Air Bus. Rumus nya dipakai untuk mendisain pesawat Jumbo Boeing 747 dan Boeing 777 serta Air Bus A380.

Temuannya menyebabkan Habibie dikenal sebagai ”Mr. Crakers”. Habibie tahun 1976 merintis pendirian industri penerbangan IPTN (Industri Pesawat Terbang Nurtanio) di Bandung. Banyak orang muda Indonesia pintar yang didorong keperluan memperoleh fasilitas labaratorium dan lingkungan budaya peneliti yang advance terpaksa sementara bermukim di luar negri.

Ketika IPTN berhenti mendisain dan memproduksi pesawat, ratusan pegawai ahli yang sebelumnya belajar di berbagai universitas ternama dunia hengkang ke berbagai negara dan menjadi tenaga inti diperusahaan yang ditempati. Di Malaysia terdapat 200 karyawan ex IPTN yang menjadi tenaga inti dari Pabrik Komponen Pesawat di negara itu. Pabrik itu menjadi supplier untuk Air Bus A320, sebagian bahkan di “forward” ke PT Dirgantara Bandung karena mereka sendiri sudah “over-load”!

Di pabrik pesawat Embraer Brazil ada 100 tenaga Teknik Penerbangan Indonesia 5 diantaranya sudah menjadi tenaga tetap. Di pabrik Lalu, de Havilland, Kanada terdapat 10 orang Teknisi Penerbangan, sementara di Pabrik Boeing A.S. terdapat 20 orang tenaga teknik Indonesia, termasuk Profesor Sulaiman Kamil Mantan Direktur Teknologi IPTN. Di Pabrik Pesawat terbang CASA Spanyol tempat sebagian tenaga IPTN sebelumnya belajar dan dilatih terdapat seorang Trainer Indonesia Ir. Math. Risdaya Fadil.

Pesawat terbesar didunia Air Bus A380, yang tahun lalu melakukan penerbangan perdana – didisain oleh ratusan tenaga ahli dari berbagai negara. Tenaga ahli Indonesia merupakan kelompok terbanyak yang berasal dari luar Eropah!

Tidak hanya di Industri Pesawat terbang, di Silicon Valley pusat ITC termasuk pabrik Microsoft terdapat 100 ahli IT Indonesia yang bekerja disana. Ahli Indonesia banyak juga yang bekerja di NASA – National Space and Auronatica di Florida A.S. Kalau saja kelak iklim riset science sudah lebih kondusif dipastikan ratusan tenaga ahli Indonesia akan pulang kampung dan bekerja disini. Karena pengalaman empiris membuktikan orang Indonesia yang merantau tidak betah berlama lama diluar negri. Bangsa Indonesia bukan bagian dari bangsa yang suka ber migrasi kenegara lain.


Selain kaya Sumber Daya Alam Indonesia juga kaya dengan SDM – Sumber Daya Manusia Unggul – terdiri dari orang orang muda yang cerdas, hebat dan berbakat. Mereka yang akan membawa Indonesia sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke lima di dunia setelah Cina, India, Uni Eropah dan A.S. menurut ”Visi Indonesia 2030. Hidup Pemuda Indonesia.



Sragen, 28 Oktober 2008.*
Ishadi S.K.

" [Peneliti] : Kemana Arah RI Sebagai Pewaris Peradaban Atlantis ? "

Menarik menyimak buku ‘Atlantis: The Lost Continent Finally Found’ (1997), karya Prof Arysio Satos. Indonesia disebut pusat peradaban. Bagaimana kondisinya sekarang?

“Setelah mempelajari masalah itu untuk waktu yang sangat lama, kami mampu menentukan lokasi dan mengidentifikasi pilar Timur tersebut berada di Indonesia. Tepatnya di antara Selat Sunda yang memisahkan Jawa dan Sumatra,” tulis Santos dalam bukunya.

Pandangan Santos dalam buku itu, menunjukkan bahwa Indonesia adalah pewaris utama peradaban besar dan dasar bagi peradaban besar dunia lainnya.

Sesungguhnya, buku ini melanjutkan tesis Plato dalam buku Timaeus dan Critia, seorang filsuf Yunani, yang menyebut bahwa Atlantis adalah induk segala peradaban. Lewat tesis ini, Santos kemudian menemukan bahwa jauh di bawah perairan Samudra Indo-Pasifik, terdapat sisa-sisa pegunungan sangat besar dari benua yang hilang.

Dari sisa-sisa itu ditemukan bahwa Indonesia adalah tempat di mana “pulau rempah-rempah” (Moluccas atau Maluku) yang menakjubkan berada. Pulau di kawasan itu membuat para petualang dan penjelajah mengalami ‘demam emas’ karena membayangkan keuntungan luar biasa yang bisa mereka dapatkan di sana.

Temuan Santos juga lebih mencengangkan. Menurutnya, riset antropologi menyebutkan bahwa, diketahui bahwa orang Hindu sebenarnya berasal dari Indonesia. Mereka pindah ke India ketika rumah asli mereka tenggelam karena bencana ledakan gunung berapi.

Bahkan, ungkap Santos dalam bukunya itu, dapat dipastikan bahwa penggunaan simbolisme salib untuk tujuan religius berasal dari masa yang jauh sebelum kedatangan agama Kristen.

Fakta-fakta bahwa Indonesia adalah warisan peradaban Atlantis makin jelas karena Garis Waktu Internasional (GWI) yang sempurna ini di tempatkan di Indonesia (Lanka) menjadikan tempat ini sebagai lokasi sesungguhnya dari Ibu kota kekaisaran Atlantis yang mendunia.

Terlebih jika melihat warisan zaman ‘sisa’ seperti temuan manusia purba Homo Wajakensis, Candi Borobudur dan Prambanan, serta kerajaan Majapahit dan Sriwijaya.

Mau kembali menjadi peradaban besar? Orang bijak berkata, “waktu adalah sungai, buku adalah perahu dan kata-kata adalah senjata.” Dalam realitas, hampir semua peradaban besar berepistema sama: penghormatan pada waktu-buku-kata. Barangkali, dan ini sayangnya, bangsa Indonesia belum serius menyadarinya.

Banyak orang terbenam oleh kebutuhan sehari-hari, hedonisme dan konsumerisme. Semua disibukkan oleh hal-hal kecil dan melupakan hal-hal besar. “Kita disibukkan oleh ‘sinetron politik’ berjudul Century, kerbau, bangsat dan cicak-buaya sebagai opera sabun para elit korup tanpa malu. Kembali bekerja dan tinggalkan keluh kesah.,” kata M Yudhie Haryono, Direktur Nusantara Centre, Sabtu.

Padahal, katanya, Indonesia mewarisi peradaban Atlantis yang mengagumkan. Lantas, bagaimana dan hendak kemana dengan ke-Indonesiaan sekarang? Berpikir, belajar, berkarya dan bekerja, merupakan sebagian jawaban yang dibutuhkan bukan?
Sumber : inilah.com

" Kejayaan Nusantara Kuno, Bukti Bahwa Pulau-pulau Indonesia yang sangat Kaya Raya sejak masa Peradaban Kuno "

Masa lampau Indonesia sangat kaya raya. Ini dibuktikan oleh informasi dari berbagai sumber kuno. Kali ini kami akan membahas kekayaan tiap pulau yang ada di Indonesia. Pulau-pulau itu akan kami sebutkan menjadi tujuh bagian besar yaitu Sumatera, Jawa, Kepulauan Sunda kecil, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua.

Sumatera - Pulau Emas

Dalam berbagai prasasti, pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Sumatera juga dikenal sebagai pulau Andalas.

Pada masa Dinasti ke-18 Fir'aun di Mesir (sekitar 1.567SM-1.339SM), di pesisir barat pulau sumatera telah ada pelabuhan yang ramai, dengan nama Barus. Barus (Lobu Tua - daerah Tapanuli) diperkirakan sudah ada sejak 3000 tahun sebelum Masehi. Barus dikenal karena merupakan tempat asal kapur barus. Ternyata kamper atau kapur barus digunakan sebagai salah satu bahan pengawet mummy Fir'aun Mesir kuno.

Di samping Barus, di Sumatera terdapat juga kerajaan kuno lainnya. Sebuah manuskrip Yahudi Purba menceritakan sumber bekalan emas untuk membina negara kota Kerajaan Nabi Sulaiman diambil dari sebuah kerajaan purba di Timur Jauh yang dinamakan Ophir. Kemungkinan Ophir berada di Sumatera Barat. Di Sumatera Barat terdapat gunung Ophir. Gunung Ophir (dikenal juga dengan nama G. Talamau) merupakan salah satu gunung tertinggi di Sumatera Barat, yang terdapat di daerah Pasaman. Kabarnya kawasan emas di Sumatera yang terbesar terdapat di Kerajaan Minangkabau. Menurut sumber kuno, dalam kerajaan itu terdapat pegunungan yang tinggi dan mengandung emas. Konon pusat Kerajaan Minangkabau terletak di tengah-tengah galian emas. Emas-emas yang dihasilkan kemudian diekspor dari sejumlah pelabuhan, seperti Kampar, Indragiri, Pariaman, Tikus, Barus, dan Pedir. Di Pulau Sumatera juga berdiri Kerajaan Srivijaya yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan besar pertama di Nusantara yang memiliki pengaruh hingga ke Thailand dan Kamboja di utara, hingga Maluku di timur.

Kini kekayaan mineral yang dikandung pulau Sumatera banyak ditambang. Banyak jenis mineral yang terdapat di Pulau Sumatera selain emas. Sumatera memiliki berbagai bahan tambang, seperti batu bara, emas, dan timah hitam. Bukan tidak mungkin sebenarnya bahan tambang seperti emas dan lain-lain banyak yang belum ditemukan di Pulau Sumatera. Beberapa orang yakin sebenarnya Pulau Sumatera banyak mengandung emas selain dari apa yang ditemukan sekarang. Jika itu benar maka Pulau Sumatera akan dikenal sebagai pulau emas kembali.

Jawa - Pulau Padi

Dahulu Pulau Jawa dikenal dengan nama JawaDwipa. JawaDwipa berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti "Pulau Padi" dan disebut dalam epik Hindu Ramayana. Epik itu mengatakan "Jawadwipa, dihiasi tujuh kerajaan, Pulau Emas dan perak, kaya dengan tambang emas", sebagai salah satu bagian paling jauh di bumi. Ahli geografi Yunani, Ptolomeus juga menulis tentang adanya “negeri Emas” dan “negeri Perak” dan pulau-pulau, antara lain pulau “”Iabadiu” yang berarti “Pulau Padi”.
Ptolomeus menyebutkan di ujung barat Iabadiou (Jawadwipa) terletak Argyre (kotaperak). Kota Perak itu kemungkinan besar adalah kerajaan Sunda kuno, Salakanagara yang terletak di barat Pulau Jawa. Salakanagara dalam sejarah Sunda (Wangsakerta) disebut juga Rajatapura. Salaka diartikan perak sedangkan nagara sama dengan kota, sehingga Salakanagara banyak ditafsirkan sebagai Kota perak.

Di Pulau Jawa ini juga berdiri kerajaan besar Majapahit. Majapahit tercatat sebagai kerajaan terbesar di Nusantara yang berhasil menyatukan kepulauan Nusantara meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina. Dalam catatan Wang Ta-yuan, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan kunjungan biarawan Roma tahun 1321, Odorico da Pordenone, menyebutkan bahwa istana Raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.

Menurut banyak pakar, pulau tersubur di dunia adalah Pulau Jawa. Hal ini masuk akal, karena Pulau Jawa mempunyai konsentrasi gunung berapi yang sangat tinggi. Banyak gunung berapi aktif di Pulau Jawa. Gunung inilah yang menyebabkan tanah Pulau Jawa sangat subur dengan kandungan nutrisi yang di perlukan oleh tanaman.
Raffles pengarang buku The History of Java merasa takjub pada kesuburan alam Jawa yang tiada tandingnya di belahan bumi mana pun. “Apabila seluruh tanah yang ada dimanfaatkan,” demikian tulisnya, “bisa dipastikan tidak ada wilayah di dunia ini yang bisa menandingi kuantitas, kualitas, dan variasi tanaman yang dihasilkan pulau ini.”

Kini pulau Jawa memasok 53 persen dari kebutuhan pangan Indonesia. Pertanian padi banyak terdapat di Pulau Jawa karena memiliki kesuburan yang luar biasa. Pulau Jawa dikatakan sebagai lumbung beras Indonesia. Jawa juga terkenal dengan kopinya yang disebut kopi Jawa. Curah hujan dan tingkat keasaman tanah di Jawa sangat pas untuk budidaya kopi. Jauh lebih baik dari kopi Amerika Latin ataupun Afrika.
Hasil pertanian pangan lainnya berupa sayur-sayuran dan buah-buahan juga benyak terdapat di Jawa, misalnya kacang tanah, kacang hijau, daun bawang, bawang merah, kentang, kubis, lobak, petsai, kacang panjang, wortel, buncis, bayam, ketimun, cabe, terong, labu siam, kacang merah, tomat, alpokat, jeruk, durian, duku, jambu biji, jambu air, jambu bol, nenas, mangga, pepaya, pisang, sawo, salak,apel, anggur serta rambutan. Bahkan di Jawa kini dicoba untuk ditanam gandum dan pohon kurma. Bukan tidak mungkin jika lahan di Pulau Jawa dipakai dan diolah secara maksimal untuk pertanian maka Pulau Jawa bisa sangat kaya hanya dari hasil pertanian.

Kepulauan Sunda kecil (Bali, NTB dan NTT) - Kepulauan Wisata

Ptolemaeus menyebutkan, ada tiga buah pulau yang dinamai Sunda yang terletak di sebelah timur India. Berdasarkan informasi itu kemudian ahli-ahli ilmu bumi Eropa menggunakan kata Sunda untuk menamai wilayah dan beberapa pulau di timur India. Sejumlah pulau yang kemudian terbentuk di dataran Sunda diberi nama dengan menggunakan istilah Sunda pula yakni Kepulauan Sunda Besar dan Kepulauan Sunda Kecil. Kepulauan Sunda Besar ialah himpunan pulau besar yang terdiri dari Sumatera, Jawa, Madura dan Kalimantan. Sedangkan Sunda Kecil merupakan gugusan pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, dan Timor.

Daerah Kepulauan Sunda kecil ini dikenal sebagai daerah wisata karena keindahan alamnya yang menakjubkan. Sejak dulu telah ada yang berwisata ke daerah ini. Perjalanan Rsi Markandiya sekitar abad 8 dari Jawa ke Bali, telah melakukan perjalanan wisata dengan membawa misi-misi keagaman. Demikian pula Empu Kuturan yang mengembangkan konsep Tri Sakti di Bali datang sekitar abad 11. Pada tahun 1920 wisatawan dari Eropa mulai datang ke Bali. Bali di Eropa dikenal juga sebagai the Island of God.

Di Tempat lain di Kepulauan Sunda Kecil tepatnya di daerah Nusa Tenggara Barat dikenal dari hasil ternaknya berupa kuda, sapi, dan kerbau. Kuda Nusa tenggara sudah dikenal dunia sejak ratusan tahun silam. Abad 13 M Nusa Tenggara Barat telah mengirim kuda-kuda ke Pulau Jawa. Nusa Tenggara Barat juga dikenal sebagai tempat pariwisata raja-raja. Raja-raja dari kerajaan Bali membangun Taman Narmada pada tahun 1727 M di daerah Pulau Lombok untuk melepas kepenatan sesaat dari rutinitas di kerajaan.

Daerah Sunda Kecil yang tidak kalah kayanya adalah Nusa Tenggara Timur, karena di daerah ini terdapat kayu cendana yang sangat berharga. Cendana adalah tumbuhan asli Indonesia yang tumbuh di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Cendana dari Nusa Tenggara Timur telah diperdagangkan sejak awal abad masehi. Sejak awal abad masehi, banyak pedagang dari wilayah Indonesia bagian barat dan Cina berlayar ke berbagai wilayah penghasil cendana di Nusa Tenggara Timur terutama Pulau Sumba dan Pulau Timor. Konon Nabi Sulaiman memakai cendana untuk membuat tiang-tiang dalam bait Sulaiman, dan untuk alat musik. Nabi Sulaiman mengimpor kayu ini dari tempat-tempat yang jauh yang kemungkinan cendana tersebut berasal dari Nusa Tenggara Timur.

Kini Kepulauan Sunda kecil ini merupakan tempat pariwisata yang terkenal di dunia. Bali merupakan pulau terindah di dunia. Lombok juga merupakan salah satu tempat terindah di dunia. Sementara itu di Nusa tenggara Timur terdapat Pulau yang dihuni binatang purba satu-satunya di dunia yang masih hidup yaitu komodo. Kepulauan Sunda kecil merupakan tempat yang misterius dan sangat menawan. Kepulauan ini bisa mendapat banyak kekayaan para pelancong dari seluruh dunia jika dikelola secara maksimal.

Kalimantan - Pulau Lumbung energi

Dahulu nama pulau terbesar ketiga di dunia ini adalah Warunadwipa yang artinya Pulau Dewa Laut. Kalimantan dalam berita-berita China (T’ai p’ing huan yu chi) disebut dengan istilah Chin li p’i shih. Nusa Kencana" adalah sebutan pulau Kalimantan dalam naskah-naskah Jawa Kuno. Orang Melayu menyebutnya Pulau Hujung Tanah (P'ulo Chung). Borneo adalah nama yang dipakai oleh kolonial Inggris dan Belanda.

Pada zaman dulu pedagang asing datang ke pulau ini mencari komoditas hasil alam berupa kamfer, lilin dan sarang burung walet melakukan barter dengan guci keramik yang bernilai tinggi dalam masyarakat Dayak. Para pendatang India maupun orang Melayu memasuki muara-muara sungai untuk mencari lahan bercocok tanam dan berhasil menemukan tambang emas dan intan di Pulau ini.

Di Kalimantan berdiri kerajaan Kutai. Kutai Martadipura adalah kerajaan tertua bercorak Hindu di Nusantara. Nama Kutai sudah disebut-sebut sejak abad ke 4 (empat) pada berita-berita India secara tegas menyebutkan Kutai dengan nama “Quetaire” begitu pula dengan berita Cina pada abat ke 9 (sembilan) menyebut Kutai dengan sebutan “Kho They” yang berarti kerajaan besar. Dan pada abad 13 (tiga belas) dalam kesusastraan kuno Kitab Negara Kertagama yang disusun oleh Empu Prapanca ditulis dengan istilah “Tunjung Kute”. Peradaban Kutai masa lalu inilah yang menjadi tonggak awal zaman sejarah di Indonesia.

Kini Pulau Kalimantan merupakan salah satu lumbung sumberdaya alam di Indonesia memiliki beberapa sumberdaya yang dapat dijadikan sebagai sumber energi, diantaranya adalah batubara, minyak, gas dan geothermal. Hutan Kalimantan mengandung gambut yang dapat digunakan sebagai sumber energi baik untuk pembangkit listrik maupun pemanas sebagai pengganti batu bara. Yang luar biasa ternyata Kalimantan memiliki banyak cadangan uranium yang bisa dipakai untuk pembangkit listrik tenaga nuklir. Disamping itu Kalimantan juga memiliki potensi lain yakni sebagai penyedia sumber energi botani atau terbaharui. Sumber energi botani atau bioenergi ini adalah dari CPO sawit. Pulau Kalimantan memang sangat kaya.

Sulawesi - Pulau besi

Orang Arab menyebut Sulawesi dengan nama Sholibis. Orang Belanda menyebut pulau ini dengan nama Celebes. Pulau ini telah dihuni oleh manusia sejak 30.000 tahun yang lalu terbukti dengan adanya peninggalan purba di Pulau ini. Contohnya lokasi prasejarah zaman batu Lembah Besoa.

Nama Sulawesi konon berasal dari kata ‘Sula’ yang berarti pulau dan ‘besi’. Pulau Sulawesi sejak dahulu adalah penghasil bessi (besi), sehingga tidaklah mengherankan Ussu dan sekitar danau Matana mengandung besi dan nikkel. Di sulawesi pernah berdiri Kerajaan Luwu yang merupakan salah satu kerajaan tertua di Sulawesi. Wilayah Luwu merupakan penghasil besi. Bessi Luwu atau senjata Luwu (keris atau kawali) sangat terkenal akan keampuhannya, bukan saja di Sulawesi tetapi juga di luar Sulawesi. Dalam sejarah Majapahit, wilayah Luwu merupakan pembayar upeti kerajaan, selain dikenal sebagai pemasok utama besi ke Majapahit, Maluku dan lain-lain. Menurut catatan yang ada, sejak abad XIV Luwu telah dikenal sebagai tempat peleburan besi.

Di Pulau Sulawesi ini juga pernah berdiri Kerajaan Gowa Tallo yang pernah berada dipuncak kejayaan yang terpancar dari Sombaopu, ibukota Kerajaan Gowa ke timur sampai ke selat Dobo, ke utara sampai ke Sulu, ke barat sampai ke Kutai dan ke selatan melalui Sunda Kecil, diluar pulau Bali sampai ke Marege (bagian utara Australia). Ini menunjukkan kekuasaan yang luas meliputi lebih dari 2/3 wilayah Nusantara.

Selama zaman yang makmur akan perdagangan rempah-rempah pada abad 15 sampai 19, Sulawesi sebagai gerbang kepulauan Maluku, pulau yang kaya akan rempah-rempah. Kerajaan besar seperti Makasar dan Bone seperti yang disebutkan dalam sejarah Indonesia timur, telah memainkan peranan penting. Pada abad ke 14 Masehi, orang Sulawesi sudah bisa membuat perahu yang menjelajahi dunia. Perahu pinisi yang dibuat masyarakat Bugis pada waktu itu sudah bisa berlayar sampai ke Madagaskar di Afrika, suatu perjalanan mengarungi samudera yang memerlukan tekad yang besar dan keberanian luar biasa. Ini membuktikan bahwa suku Bugis memiliki kemampuan membuat perahu yang mengagumkan, dan memiliki semangat bahari yang tinggi. Pada saat yang sama Vasco da Gama baru memulai penjelajahan pertamanya pada tahun 1497 dalam upaya mencari rempah-rempah, dan menemukan benua-benua baru di timur, yang sebelumnya dirintis Marco Polo.

Sampai saat ini Sulawesi sangat kaya akan bahan tambang meliputi besi, tembaga, emas, perak, nikel, titanium, mangan semen, pasir besi/hitam, belerang, kaolin dan bahan galian C seperti pasir, batu, krikil dan trass. Jika saja dikelola dengan baik demi kemakmuran rakyat maka menjadi kayalah seluruh orang Sulawesi.

Maluku - Kepulauan rempah-rempah

Maluku memiliki nama asli "Jazirah al-Mulk" yang artinya kumpulan/semenanjung kerajaan yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil. Maluku dikenal dengan kawasan Seribu Pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Orang Belanda menyebutnya sebagai ‘the three golden from the east’ (tiga emas dari timur) yakni Ternate, Banda dan Ambon. Sebelum kedatangan Belanda, penulis dan tabib Portugis, Tome Pirez menulis buku ‘Summa Oriental’ yang telah melukiskan tentang Ternate, Ambon dan Banda sebagai ‘the spices island’.

Pada masa lalu wilayah Maluku dikenal sebagai penghasil rempah-rempah seperti cengkeh dan pala. Cengkeh adalah rempah-rempah purbakala yang telah dikenal dan digunakan ribuan tahun sebelum masehi. Pohonnya sendiri merupakan tanaman asli kepulauan Maluku (Ternate dan Tidore), yang dahulu dikenal oleh para penjelajah sebagai Spice Islands.

Pada 4000 tahun lalu di kerajaan Mesir, Fir’aun dinasti ke-12, Sesoteris III. Lewat data arkeolog mengenai transaksi Mesir dalam mengimpor dupa, kayu eboni, kemenyan, gading, dari daratan misterius tempat “Punt” berasal. Meski dukungan arkeologis sangat kurang, negeri “Punt” dapat diidentifikasi setelah Giorgio Buccellati menemukan wadah yang berisi benda seperti cengkih di Efrat tengah. Pada masa 1.700 SM itu, cengkih hanya terdapat di kepulauan Maluku, Indonesia. Pada abad pertengahan (sekitar 1600 Masehi) cengkeh pernah menjadi salah satu rempah yang paling popular dan mahal di Eropa, melebihi harga emas.

Selain cengkeh, rempah-rempah asal Maluku adalah buah Pala. Buah Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan biji pala telah menjadi komoditi perdagangan yang penting pada masa Romawi. Melihat mahalnya harga rempah-rempah waktu itu banyak orang Eropa kemudian mencari Kepulauan rempah-rempah ini. Sesungguhnya yang dicari Christoper Columbus ke arah barat adalah jalan menuju Kepulauan Maluku, ‘The Island of Spices’ (Pulau Rempah-rempah), meskipun pada akhirnya Ia justru menemukan benua baru bernama Amerika. Rempah-rempah adalah salah satu alasan mengapa penjelajah Portugis Vasco Da Gama mencapai India dan Maluku.

Kini sebenarnya Maluku bisa kembali berjaya dengan hasil pertaniannya jika terus dikembangkan dengan baik. Maluku bisa kaya raya dengan hasil bumi dan lautnya.

Papua - Pulau surga

Papua adalah pulau terbesar kedua di dunia. Pada sekitar Tahun 200 M , ahli Geography bernama Ptolamy menyebutnya dengan nama LABADIOS. Pada akhir tahun 500 M, pengarang Tiongkok bernama Ghau Yu Kua memberi nama TUNGKI, dan pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama JANGGI. Tidore memberi nama untuk pulau ini dan penduduknya sebagai PAPA-UA yang sudah berubah dalam sebutan menjadi PAPUA. Pada tahun 1545, Inigo Ortiz de Retes memberi nama NUEVA GUINEE dan ada pelaut lain yang memberi nama ISLA DEL ORO yang artinya Pulau Emas. Robin Osborne dalam bukunya, Indonesias Secret War: The Guerilla Struggle in Irian Jaya (1985), menjuluki provinsi paling timur Indonesia ini sebagai surga yang hilang.

Tidak diketahui apakah pada peradaban kuno sebelum masehi di Papua telah terdapat kerajaan. Bisa jadi zaman dahulu telah terdapat peradaban maju di Papua. Pada sebuah konferensi tentang lampu jalan dan lalulintas tahun 1963 di Pretoria (Afrika Selatan), C.S. Downey mengemukakan tentang sebuah pemukiman terisolir di tengah hutan lebat Pegunungan Wilhelmina (Peg. Trikora) di Bagian Barat New Guinea (Papua) yang memiliki sistem penerangan maju. Para pedagang yang dengan susah payah berhasil menembus masuk ke pemukiman ini menceritakan kengeriannya pada cahaya penerangan yang sangat terang benderang dari beberapa bulan yang ada di atas tiang-tiang di sana. Bola-bola lampu tersebut tampak secara aneh bersinar setelah matahari mulai terbenam dan terus menyala sepanjang malam setiap hari. Kita tidak tahu akan kebenaran kisah ini tapi jika benar itu merupakan hal yang luar biasa dan harus terus diselidiki.

Papua telah dikenal akan kekayaan alamnya sejak dulu. Pada abad ke-18 Masehi, para penguasa dari kerajaan Sriwijaya, mengirimkan persembahan kepada kerajaan China. Di dalam persembahan itu terdapat beberapa ekor burung Cendrawasih, yang dipercaya sebagai burung dari taman surga yang merupakan hewan asli dari Papua. Dengan armadanya yang kuat Sriwijaya mengunjungi Maluku dan Papua untuk memperdagangkan rempah – rempah, wangi – wangian, mutiara dan bulu burung Cenderawasih. Pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Pada abad XVI Pantai Utara sampai Barat daerah Kepala Burung sampai Namatota ( Kab.Fak-fak ) disebelah Selatan, serta pulau – pulau disekitarnya menjadi daerah kekuasaan Sultan Tidore.

Tanah Papua sangat kaya. Tembaga dan Emas merupakan sumber daya alam yang sangat berlimpah yang terdapat di Papua. Papua terkenal dengan produksi emasnya yang terbesar di dunia dan berbagai tambang dan kekayaan alam yang begitu berlimpah. Papua juga disebut-sebut sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi. Papua merupakan surga keanekaragaman hayati yang tersisa di bumi saat ini. Pada tahun 2006 diberitakan suatu tim survei yang terdiri dari penjelajah Amerika, Indonesia dan Australia mengadakan peninjauan di sebagian daerah pegunungan Foja Propinsi Papua Indonesia. Di sana mereka menemukan suatu tempat ajaib yang mereka namakan "dunia yang hilang",dan "Taman Firdaus di bumi", dengan menyaksikan puluhan jenis burung, kupu-kupu, katak dan tumbuhan yang belum pernah tercatat dalam sejarah. Jika dikelola dengan baik, orang Papua pun bisa lebih makmur dengan kekayan alam yang melimpah tersebut.


Demikianlah sedikit tulisan mengenai pulau-pulau di Indonesia yang sangat kaya. Dari tulisan tersebut sebenarnya Indonesia sudah dikenal sebagai bumi yang kaya sejak zaman peradaban kuno. Kita tidak tahu peradaban kuno apa yang sebenarnya telah ada di Kepulauan Nusantara ini. Bisa jadi telah ada peradaban kuno dan makmur di Indonesia ini yang tidak tercatat sejarah.
Ilmuwan Brazil Prof. Dr. Aryso Santos, menegaskan teori bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Indonesia adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris Atlantis. Plato menyebutkan bahwa Atlantis adalah negara makmur yang bermandi matahari sepanjang waktu.

Oppenheimer dalam buku “Eden in the East: the Drowned Continent of Southeast Asia”, mengajukan bahwa Sundaland (Indonesia) adalah Taman Firdaus (Taman Eden). bahwa Taman Firdaus (Eden) itu bukan di Timur Tengah, tetapi justru di Sundaland. Indonesia memang merupakan lahan yang subur dan indah yang terletak di jalur cincin api (pacific ring of fire), yang ditandai keberadaan lebih dari 500 gunung berapi di Indonesia. Indonesia bisa saja disebut sebagai surga yang dikelilingi cincin api. Tapi terlepas dari benar atau tidaknya kita semua sepakat mengatakan bahwa sebenarnya Indonesia adalah negeri yang sangat kaya akan hasil bumi, laut maupun budayanya.

Kebudayaan asli Indonesia sudah berumur ribuan tahun sebelum peradaban Mesir maupun Mesopotamia mulai menulis di atas batu. Peradaban bangsa Indonesia mungkin memang tidak dimulai dengan tradisi tulisan, akan tetapi tradisi lisan telah hidup dan mengakar dalam jiwa masyarakat kuno bangsa kita.
Alam Indonesia yang kaya-raya dan dirawat dengan baik oleh nenek moyang kita juga menjadi salah satu faktor yang membuat kepulauan nusantara menjadi sumber perhatian dunia. Indonesia merupakan negara yang terletak di khatulistiwa yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah di samping letaknya yang strategis secara geografis. Sumber daya alam tersebut mulai dari kekayaan laut, hutan, hingga barang tambang yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Kini mulai banyak ditemukan tambang baru di Indonesia. Orang Indonesia akan terkejut dengan kekayaan alam apa lagi yang akan muncul dari dalam bumi Indonesia ini.

Bumi yang kaya ini jika dikelola dengan baik akan membuat setiap rakyat Indonesia bisa memperoleh kemakmuran yang luar biasa sehingga bisa jadi suatu saat rakyat Indonesia sudah tidak perlu dikenakan pajak seperti saat ini, dan segala fasilitas bisa dinikmati dengan gratis berkat dari kekayaan alam yang melimpah yang dibagi kepada rakyat secara adil. Yang dibutuhkan Indonesia adalah penguasa baik, adil dan pandai yang amat mencintai rakyat dan menolak segala bentuk kebijakan yang menyulitkan masyarakat. Sudah saatnya Indonesia bangkit menuju kejayaannya. Jika hal itu terlaksana Indonesia bisa menjadi negara paling kaya di dunia.