Kamis, 30 September 2010

cerbung: "Cinta dan Pengabdian (1)"

Senja itu mentari pagi masih terasa hangat. Sehangat kopi Kapal Api yang tersaji sejak subuh sekali. Gentayangan bulu kuduk terasa bergidik tersiram segar dingin air mandi layaknya bersiram air salju yang bertemu hangatnya kopi tadi. Doa telah dipanjatkannya, perbekalan telah disiapkannya. Ya. Waktu itu Kekal akan segera berangkat ke Jogja bersama adiknya, Kusuma.

"Chayo, siapkan lagi, dik! Takut ada yang kurang..", tegurnya kepada adiknya.
"Hmm.. Kayaknya udah lengkap deh, kak. Ni sarapan juga sudah siap", tukasnya meyakinkan.

Kekal dan Kusuma memang kakak beradik yang sedang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi di kota pendidikan dan pariwisata serta budaya, Ngayogyakarto Hadiningrat. Di situlah Universitas Islam Sunan Kalijaga menjadi pilihan mereka bersama. Hanya bedanya Abadi kini telah duduk di bangku kuliah semester sembilan jurusan Bahasa dan Sastra Arab (BSA) Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, sedangkan adiknya, Kusuma, baru menempuh semester tiga di jurusan Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) Fakultas Dakwah dan Multimedia.

Hal ini menjadi bisa jadi unik bagi Kekal, mengingat mahasiswa yang dikenal rajin ini hampir melewati masa akhir studinya, yakni semester sembilan! Namun satu sisi ini menjadi kelaziman tersendiri baginya dan adiknya karena tuntutan motivasi hiduplah selama kuliah ia terarah untuk mencari sambilan kerja. Baginya, kerja adalah cinta dan pengabdian. Ketika seseorang bekerja tanpa suka cita, maka hendaklah ia mengemis di depan orang yang bekerja penuh cinta. Prinsip ini ia teguhkan pada sebentuk aktifitas kesehariannya di Jogja dengan aktif di beberapa lembaga sosial selain kuliah. Seperti menjadi sekretaris Pelaksana Harian Takmir Masjid UIN, warga Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) rayon Fakultas Adab, warga Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN, dan seabrek kegiatan sosial mahasiswa dan kemasyarakatan lainnya. Bahkan sampai kini ia dipercaya menjabat sebagai Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di jurusannya sendiri. Hal yang sama juga dilakukan oleh Kusuma dengan aktif di PMII

Jarum pendek jam dinding menunjuk pada angka lima, sedangkan jarum panjang menunjuk pada angka tiga menandakan sudah pukul 05.30 WIB. Namun langit masih begitu mendung memayung diwarnai semburat fajar yang tidak merata merona sinar fajar yang semakin menerang. Keceriaan burung-burung gereja di luar rumah juga burung Kutilang dalam sangkar seakan bertasbih pada menu hawa yang ditawarkan pagi itu. Menyadarkan sang ayah dari ritual ibadah wiridan setiap ba'da subuhnya dari masjid kampung belakang rumah.

"Assalaamu'alaikum..", ucap sang ayah ketika memasuki rumah dengan penuh kesejukan damai di hati.
"Wa'alakumsalamwarahmatullahi wa barakatuh", jawab Kekal dan Kusuma yang bersamaan baru saja menyelesaikan sarapannya sebelum berangkat ke Jogja.
"Piye, le, nduk? Opo wes siap kabeh perbekalanmu? Ati-ati lho neng ndalan, barange dijogo", pesan ayahnya mengkroscek.

Hal ini menjadi wajar akan kekhawatiran sang bapak mengingat mereka akan berpisah lagi dengan kedua anaknya setelah hanya dua minggu sejak Ramadhan hari ke-20 mereka mudik di rumah dan akan segera kembali lagi pada bulan Syawal hari ke-10 pula. Sungguh kerinduan yang berat dirasa namun mesti dijalani dalam rangka "thalabul 'ilmi". Bagi keluarga 'cemara' ini  menuuntut ilmu sudah menjadi gaya hidup tersendiri yang wajib dilakukan. Masih akrab dalam memori Kekal ketika ia masih duduk di bangku MTs Al Islamiyah Uteran Geger Madiun yang berjarak tiga kilometer dari rumahnya, ia selalu menyampaikan dalil dalam latihan Muhadhoroh jadwalnya: "tholabul 'ilmi fariidhotun 'ala kulli muslimin wa muslimatin".

"Iya, gimana kalian di sana harus bisa jaga diri, jaga kebersihan dan kerapian. Malu lho masak keluarga besarnya kiai di Sambirejo ini penampilannya sampe gak karuan", seringai sang ibu yang tiba-tiba muncul dari dapur membawakan sepanci mie goreng kesukaan Kekal ke ruang makan sambil melirik pada sang ayah.

"Apa tho ibu ini. Yang namanya menjaga kebersihan dan kehormatan sudah mutlak menjadi harga mati bagi semua manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Teorinya "al-karaamu bil adabi laa bi n-nasabi", tegas sang ayah merasa kedudukannya sebagai kiai kampung ikut di'catut-catut' untuk menyindir kedua putranya tidak mau kalah.

(bersambung....)

BUDAYA SPRITUALITAS KEJAWEN

BUDAYA SPRITUALITAS KEJAWEN

(dari mistiskisme sampai mesianisme)

oleh: cholid ma'arif

Abstrak

Peace of mind is achieved when the study of natural philosophy has removed fear of the gods, when death is recognized to be merely the limit of experience (paul Edwards). Soon the distantion, consentration, and representation are weapon of Javanese Sufism to obey toward the people and nation as the great awareness behaviour against of western cultures (S. De Jong). Recently, let us to call it by "Pan-Javanese" on our hands of Indonesia going back to the Javanese Sufism to pure from anybroken-western.

A.Mistikisme Jawa

Orang Jawa yang tradisional tidak dapat memisahkan mitos dalam kehidupan mereka ,oleh sebab itu, kita telaah dan akan coba menguraikan tentang orang jawa dan latar belakang yang ikut mewarnai pemikiran mereka dalam menafsirkan kehidupan ini.

Sejak jaman awal kehidupan Jawa (masa pra Hindu-Buddha), masyarakat Jawa telah memiliki sikap spiritual tersendiri. Telah disepakati di kalangan sejarawan bahwa, pada jaman jawa kuno, masyarakat Jawa menganut kepercayaan animisme-dinamisme. Yang terjadi sebenarnya adalah: masyarakat Jawa saat itu telah memiliki kepercayaan akan adanya kekuatan yang bersifat: tak terlihat (gaib), besar, dan menakjubkan. Mereka menaruh harapan agar mendapat perlindungan, dan juga berharap agar tidak diganggu kekuatan gaib lain yang jahat (roh-roh jahat) (Alisyahbana, 1977).

Hindu dan Buddha masuk ke pulau Jawa dengan membawa konsep baru tentang kekuatan-kekuatan gaib. Kerajaan-kerajaan yang berdiri memunculkan figur raja-raja yang dipercaya sebagai dewa atau titisan dewa. Maka berkembanglah budaya untuk patuh pada raja, karena raja diposisikan sebagai ‘imam’ yang berperan sebagai pembawa esensi kedewataan di dunia (Simuh, 1999). Selain itu berkembang pula sarana komunikasi langsung dengan Tuhan (Sang Pemilik Kekuatan), yaitu dengan laku spiritual khusus seperti semedi, tapa, dan pasa (berpuasa).

Jaman kerajaan Jawa-Islam membawa pengaruh besar pada masyarakat, dengan dimulainya proses peralihan keyakinan dari Hindu-Buddha ke Islam. Anggapan bahwa raja adalah ‘Imam’ dan agama ageming aji-lah yang turut menyebabkan beralihnya agama masyarakat karena beralihnya agama raja, disamping peran aktif para ulama masa itu. Para penyebar Islam –para wali dan guru-guru tarekat- memperkenalkan Islam yang bercorak tasawuf. Pandangan hidup masyarakat Jawa sebelumnya yang bersifat mistik (mysticism) dapat sejalan, untuk kemudian mengakui Islam-tasawuf sebagai keyakinan mereka. Ordo kenatinan ini bahkan mulai merebak sebagai respon kedatangan bangsa Barat di pulau Jawa, dapat kita sebutkan semisal aliran Susila Budhi Dharma, Sumarah Pangestu, dan Saptadharma.

Dalam buku Susila Budhi Dharma memuat tentang latihan kejiwaan dan pengamalan ajaran Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo (1901- ) dengan cara semedi dan zikir, yaitu pengosongan pikiran (patrap) untuk merasakan mystical states (ilmu kasyfi) bagi golongan khawas khususnya. Sedangkan pada Saptadharma yang dipelopori oleh Hardjosapuro (1910-1964) menekankan latihan persujudan sedikitnya satu kali sehari, baik secara sendiri maupun bersama dalam suatu sanggar demi mencapai kewaskithan (kearifan) melalui pengamalan tujuh kewajiban ajarannya. Lain hal pada ajaran Sumarah Pangestu oleh R.Soenarto Mertowadojo (1899- ) lebih dipengaruhi budaya mistik kejawen panteistik dengan cita-cita Manuggaling Kawula Gusti dan Wahdatul Adyan.

B. Makrokosmos dan Mikromosmos

Ada dalam dua kosmos (alam) yaitu makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan Alam pikiran dan pandangan hidup orang Jawa

Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan karena sebelumnya semuanya terjadi di dunia ini Tuhanlah yang pertama kali ada. Pusat yang dimakusd disini dalam pengertian ini adalah yang dapat memebrikan penghidupan, kesimbangan, dan kestabilan, yang dapat juga memberi kehidupan dan penghubung dengan dunia atas. Pandangan orang Jawa yang demikian biasa disebut Kawula lan Gusti, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan terakhir itulah manusia menyerahkan diri secara total selaku kawula (hamba) terhadap Gustinya (SangPencipta).

Niels Mulder mengatakan bahwa pandangan hidup merupakan suatu abstraksi dari pengalaman hidup. Pandangan hidup adalah sebuah pengaturan mental dari pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu sikap terhadap hidup.

Ciri pandangan hidup orang Jawa adalah realitas yang mengarah kepada pembentukan kesatuan numinus antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat. Orang Jawa bahwa kehidupan mereka telah ada garisnya, mereka hanya menjalankan saja. Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta menciptakan keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dan mikrokosmos.

Dalam makrokosmos pusat alam semesta adalah Tuhan. Alam semesta memilik hirarki yang ditujukan dengan adanya jenjang alam kehidupan orang Jawa dan adanya tingkatan dunia yang semakin sempurna (dunia atas-dunia manusia-dunia bawah). Alam semesta terdiri dari empat arah utama ditambah satu pusat yaitu Tuhan yang mempersatukan dan memberi keseimbangan.

Sikap dan pandangan tehadap dunia nyata (mikrokosmos) adalah tercermin pada kehidupan manusia dengan lingkungannya, susunan manusia dalam masyarakat, tata kehidupan manusia sehari-hari dan segala sesuatu yang nampak oleh mata. Dalam mengahdapi kehidupan manusia yang baik dan benar didunia ini tergantung pada kekuatan batin dan jiwanya. Bagi orang Jawa, pusat mikrokosmos di dunia ada pada raja dan karaton, Tuhan adalah pusat makrokosmos.

Niels Mulder memperkirakan unsur-unsur ini berasal dari masa Hindu-Budha dalam sejarah Jawa yang berbaur dalam suatu filsafat, yaitu sistem khusus dari dasar bagi perilaku kehidupan. Singkatnya Javanisme memberikan suatu alam pemikiran secara umum sebagai suatu badan pengetahuan yang menyeluruh, yang dipergunakan untuk menafsirkan kehidupan sebagimana adanya dan rupanya. Jadi kejawen bukanlah suatu kategori keagamaan, tetapi menunjukkan kepada suatu etika dan gaya hidup yang diilhami oleh cara berpikir Javanisme.

B.Mesianisme Jawa

Pertumbuhan ordo kebatinan justru semakin meningkat semakin meningkat pada jaman pergerakan nasional yang berlangsung dari 1908 hingga 1950-an. Mengapa? Karena pada masa itu timbul cita-cita untuk membangun bangsa indonesia yang merdeka. Mungkin ini merupakan kesadaran akan terancamnya spritualisme mistis oleh gelombang pengaruh kebudayaan Barat.

Kenyataan ini didukung dengan adanya Pralambang Jayabaya, yang menurut Brandes naskah tertuanya disusun sebelum tahun 1715, memuat pengharapan akan datangnya seorang Ratu Adil, telah banyak mempengaruhi alam pikiran dan sosio-kultural masyarakat jawa. Ratu Adil itu diyakini akan datang untuk membinasakan angkara murka, diganti dengan situasi damai, aman sejahtera lahir dan batin. Ratu Adil sebagai satu tipe tokoh mesias Jawa menggambarkan "sinkritisme, yang memberi cap kepada unsur-unsur kebudayaan Indonesia, menyebabkan Pralambang Jayabaya menjadi suatu campuran; terdapat di dalam mitologi dan kosmologi Hindu, Mahdisme dan eskatologi Islam"(Sartono Kartodirdjo:1982).
Menyoroti masalah ini Sirajuddin Abbas berpendapat, bahwa "paham Ratu Adil di Jawa … termasuk paham Syi'ah yang meyakini akan lahirnya seorang Ratu Adil yang akan menegakkan kebenaran dan keadilan" (KH.Sirajuddin Abbas:1983). Akan tetapi, Emmanuel Subangun mengatakan, "apa yang disebut mesianisme Jawa tidak lain dari sekedar alat peledak yang dipergunakan secara sengaja oleh para pemimpin huru-hara di pedesaan Jawa" (Emmanuel Subangun:1977) untuk menolak mentah-mentah budaya Barat berbentuk kolonialisme. Wallahu a'lam bi sh-showab.


* * * * * * * * *

Daftar Pustaka

Simuh, Prof. Dr, Islam Dan Pergumulan Budaya Jawa, Jakarta Selatan, 2003.
Malik, Sy., Maman, Mesianisme Dalam Protes Sosial di Jawa Abad XIX dan Awal Abad XX, Thaqafiyyat; Jurnal Bahasa Peradaban dan Informasi, Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, No.1 Januari-Juni 2005.
Orang Jawa :http//www.jawapalace.org/.