Minggu, 27 Maret 2011

“Manajemen इन्फोर्मासी" (Perspektif ‘Sana-सिनी')

Malam minggu yang macet. Ratusan kendaraan bermotor terjebak dalam kemacetan panjang sekitar 100 meter di jalan menuju alun-alun utara dari arah pintu timur. Untung saja pengemudinya adalah para remaja dan pemuda yang mungkin hendak mengikuti sebuah konser music akbar Karnaval SCTV yang dihelat oleh salah satu stasiun TV swasta yang sedang diadakan di alun-alun kidul, kabarnya. Sehingga walaupun macet lama hampir satu jam, mereka pasti rela berlama-lama. Apalagi kemacetan ini di tengah perjalanan yang tidak begitu mendesak, kalaupun pengemudi lain ingin mengikuti konser, sedangkan aku dan temanku ingin mengikuti diskusi Martabat-nya Noe Letto bertemakan “Informasi Tentang Informasi” yang kebetulan untuk menuju ke alamat mesti melewati jalan yang sama penuh macet. Namun demikian, aku masih sempat bertanya dalam pikir; “atau kah memang akunya yang salah arah ini ya?” Bisa dilihat dari penampilan necis para pengendara yang masih remaja dan sama-sama macet dan plat AB semua selain motorku yang AE sendiri, sedangkan sebenarnya tadi sebelum menuju ke arah yang macet ini ada jalan lurus ke selatan yang juga bisa dilalui tanpa macet untuk menuju ke lokasi Martabat walaupun jalan yang sangat memutar dan jauh dari biasanya.


Dari sini saja, silahkan disimpulkan paragrap di atas termasuk; berita, kabar, isu, gossip, wacana, informasi, pengetahuan, atau pendapat opini atau pernyataan, mungkin bahkan bualan? Untuk itu kita memerlukan parameter yang jelas untuk tiap asumsi yang saya tawarkan di atas. Karena paragraph tersebut bisa menjadi berita, warta, juga bisa informasi maupun isu bahkan gosip. Riilnya memang telah terjadi kemacetan yang mengunci aku dan temanku di tengah kerumunan kendaraan bermotor di jalan arah ke alun-alun utara Jogja. Karena ini sudah fakta terjadi dan dialami sendiri maka hal ini disebut dengan berita dan bukan gossip atau wacana tentang kemacetan di jalan alun-alun utara di Jogja adalah benar.


Namun kebenarannya disini masih belum sepenuhnya benar karena tidak lengkap; entah itu baru benar 25%, 50%, atau bahkan hanya 1% kebenaran yang terdapat di dalamnya. Sebab saya pun sebagai salah satu yang terlibat di tengah kemacetan tersebut juga belum jelas posisi status saya; apakah saya sebagai korban kemacetan? Pelaku kemacetan? Atau bahkan kemacetan itu sendiri. Karena hampir satu jam kami terkepung dan terkunci dalam kemacetan tersebut dan saya sempat berceletuk sendiri: di tengah kondisi saat ini dimana kah peran Negara atau pemerintah berada saat ini? Dimana kah pak polisi yang saya cintai sekaligus saya benci dan juga saya bayari melalui pajak untuk mengatur lalu lintas ini kok tiba-tiba raib? Oke anggaplah pertanyaan-pertanyaan tersebut sebagai simpul-simpul pertama pengantar permasalahan asal jangan sampai terjebak hanya pada pertanyaan-pertanyaan tersebut tadi.


Untuk memahami peristiwa pada paragraph di atas, bukanlah sesuatu yang instan. Satu kejadian di satu ruang dan waktu mesti memiliki keterkaitan dengan peristiwa lain dalam dimensi yang berbeda. Ia merupakan partikel-partikel kecil yang mencobna menyusun sebuah elemen bidang yang besar. Jika diibaratkan satu insiden dengan insiden lain adalah seperti sederetan titik-titik yang saling berjejer namun belum saling menyambung, sedangkan informasi secara utuh adalah ketika tititk-titik tersebut bisa saling terkait menyambung dan membentuk entah sebuah garis yang kencang bahkan suatu bidang yang utuh permukaannya.


Berangkat dari klarifikasi di atas, entah kebetulan atau tidak, yang jelas pada suatu siang hari –ketika saya berangkat kuliah ke UMY- sebelum kejadian macet pada malam harinya, saya masih sempat melalui jalan yang sama dan saya tahu tepatnya di depan tugu Supersemar atau di kilometer nol Jogja sedang ada persiapan check-sound oleh suatu tim event. Dalam benak saya secara otomatis terbersit kesimpulan yang sebentar “O.. di situ nanti pasti akan ada keramaian semacam konser”. Nah, hal ini sebenarnya merupakan penanda dari tanda adanya aktifitas kegiatan. Kesimpulan dalam bahasa saya tersebut secara tidak sadar merupakan sebuah informasi yang actual walaupun belum factual –mengingat presumsi saya tersebut belum terbukti di malam harinya. Namun sekali lagi –walaupun manusia memang tempatnya salah dan lupa- dalam kenyataannya saya ceroboh alias tidak cermat dengan informasi yang telah saya dapatkan tersebut, khususnya pada aspek respon dan “feed-back” (umpan balik) dari adanya tanda tersebut. Orang Jawa mengatakannya dengan istilah titen dan telaten (teliti dan waspada) sebagai sikap menjunjung tinggi logika dan kesadaran yang tinggi akan diri.


Artinya, dengan adanya informasi awal yang saya tangkap pada siang hari tersebut, seharusnya saya mampu menerjemahkan pada aspek resiko; bahwa ketika tahu aka nada acara di sekitar tugu tersebut, mestinya aka nada pengalihan arus lalu lintas atau semacam blockade jalan dari pihak berwenang dan ini memang terjadi kemudian, nah ketidakcermatan ini lah yang akhirnya dalam bahasa takdir melahirkan teori “apes” atau “kesialan” dalam diri manusia –yang sebenarnya bisa dihindari. Padahal jika kita mau cermat dan cepat tanggap termasuk di sini tidak lupa, mestinya kita akan mencari jalan lain jauh sebelum berangkat dari kost menuju tujuan di daerah Kadipiro, misal dengan melewati jalan arah Krapyak atau jalur utara jalan Solo terus ke arah barat melalui Sarkem.


Dalam bahasa agama, menurut pengalaman saya, sebenarnya setiap manusia dalam setiap millisecond-detiknya pasti mendapatkan petunjuk dari Tuhan, entah itu melalui kejadian kecil semisal sebuah bulu kelopak mata yang tiba-tiba jatuh, kucing yang hampir kita tabrak, melalui media elektronik maupun cetak, bahkan kitab suci sendiri adalah sumber informasi. Hal ini menjadi wajar jika kita ingat kembali konsep; ilham, inayah, karomah, mukjizat, bahkan wahyu yang kesemuanya ini mempunyai parameter, sudut pandang, dan cara pandang yang berbeda-beda namun memiliki kesamaan dalam tujuan tertentu dan khususnya sumber aslinya adalah sama; Tuhan.


Permasalahan muncul ketika masuk pada ranah kemanusiaan yang 100% berbeda dengan sumber aslinya; ketuhanan. Sebab bisa jadi ketika kita menerima salah satu konsep informasi tersebut kita kemudian abai dan lalai bahkan cenderung cuek dan tidak bisa mengkaitkan peristiwa satu dengan yang lainnya. Karena kemampuan mengasah suatu informasi antara manusia satu dengan yang lainnya memang berbeda tergantung pengalaman dan aktifitasnya masing-masing dalam mengasah sisi spiritualnya untuk mendapatkan hikmah tertinggi dari setiap peristiwa. Lagi-lagi saya membahasakannya factor kedekatan dengan Tuhan, dan disini bukan berarti melekat pada status social priyayi maupun abangan, kiai atau preman, seorang Gus atau penggembala wedhus, semua saja dan berpotensi sekali lagi pada aspek penggemblengan jiwanya.


Jadi, ketika saya sampai di tempat tujuan dan nimbrung dengan diskusi, saya malah tergelitik menyisakan sejuta pertanyaan yang memang ciri untuk tidak perlu saya ungkapkan di depan public dan cukup mengkonsumsinya untuk masa pencarian mandiri yang panjang, walaupun seperti kata pepatah: orang bertanya atau mempunyai pertanyaan adalah setengah pengetahuan. Dan untuk itu saya menuliskan ini dan mencoba me-croos-references-kan dengan pengetahuan yang telah saya dapat sebelumnya.


Kesimpulannya, kita perlu memahami secara mendalam keterkaitan antara informasi dan peristiwa yang dijembatani oleh manusia. Aspek ketuhanan dan kemanusiaan yang dijembatani oleh akal. Aspek teks dan konteks yang dijembatani oleh ilmu. Sekedar mengingatkan dalam turats pemikiran islam kita mempunyai konsep dalam mencapai sebuah pengetahuan yaitu dengan cara bayani, ‘irfani, dan burhani, hal ini untuk menganalisa sosial. Bahkan Kiai Sigmun Freud pun mengenalkan dengan konsep; ide, ego, dan super-ego untuk menganalisa diri. Dari sini ingin saya munculkan sebuah informasi dari benak saya pribadi –yang jika benar dari Tuhan adanya dan jika salah dari saya sendiri, karena saya tidam mau menyalahkan setan lagi- bahwa segenap informasi dan pengetahuan di dunia ini kita tidak akan pernah merasa sebagai sesuatu yang purna dan selesai kecuali Tuhan sendiri yang menyelesaikannya dan kita akan tahu hanya di alam eskatologi akhirat saja nanti. So, informations and sciences are just a long process during this life.




Cholid Ma’arif al-Madiuniy


Yogyakarta, 27 Maret 2011, pukul 11.44 WIB,




..menghabiskan weekend pada Minggu yang dirundung gerimis pagi dan sisa tenaga di depan computer instansi..

0 komentar:

Posting Komentar